SOLOPOS.COM - Negara Inggris tampaknya benar-benar telah masuk ke jurang resisi. (Freepik)

Solopos.com, SOLO – Negara Inggris tampaknya benar-benar telah masuk ke jurang resisi. Survei manajer pembelian menunjukan ekonomi Inggris telah memasuki jurang resesi, setelah penurunan nilai poundstering yang mendorong inflasi dan membuat perusahaan enggan untuk berinvestasi.

Seperti dilansir Bisnis dari Bloomberg pada Jumat (23/9/2022), Indikator komposit S&P Global untuk kesehatan sektor swasta turun menjadi 48,4 pada September dari 49,6 pada bulan sebelumnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dalam hal ini, ekonom memperkirakan pembacaan indikator tepat di bawah ambang batas yang menunjukkan kontraksi. Angka-angka itu dikombinasikan dengan laporan terpisah yang menunjukkan rekor penurunan kepercayaan konsumen menunjukkan tantangan yang harus dihadapi Perdana Menteri Inggris Liz Truss.

Bahkan, pemerintahnya pada Jumat (23/9/2022), akan menetapkan beberapa langkah-langkah guna mendorong pertumbuhan dan melindungi konsumen dari lonjakan biaya listrik dan gas alam.

Kepala ekonom bisnis di S&P Global Market Intelligence Chris Williamson mengungkapkan ekonomi Inggris kemungkinan sudah masuk dalam jurang resesi.

“Kendala pasokan, melonjaknya harga energi dan kenaikan biaya impor yang terkait dengan melemahnya pound menambah tekanan biaya.” jelasnya seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (23/9/2022).

Baca Juga: Ikhtiar Perbaiki Hubungan, Meghan Markle Ingin Bicara dengan Raja Charles 

Dia menjelaskan, indikator berwawasan ke depan dalam laporan S&P memburuk, bahkan menunjukan perlambatan ekonomi yang tercatat di awal tahun telah berubah menjadi resesi.

Pada Kamis (22/9/2022), Bank of England mengatakan ekonomi menyusut pada kuartal II/2022 dan akan terus menurun pada kuartal III/2022 sehiggga memenuhi definisi teknis dari resesi.

Selain itu, sebuah perusahaan riset pasar GfK Ltd mengatakan ukuran kepercayaan konsumen turun lima poin menjadi minus 49 pada September, terendah yang tercatat sejak survei dimulai pada 1974.

“Konsumen tertekuk di bawah tekanan krisis biaya hidup yang berkembang di Inggris,” kata direktur strategi klien GfK Joe Stanton.

Krisis ekonomi yang terjadi di Inggris, terbilang cukup parah. Dimulai dari meningkatnya biaya hidup seperti tagihan listrik yang membuat jutaan warganya menderita.

Baca Juga: Putin Bertekad Gunakan Semua di Perang Rusia Vs Ukraina 

Menurut sebuah penelitian sebanyak 5,6 juta warga Inggris melewatkan makan demi bisa menghemat biaya untuk membayar tagihan listrik.

Tagihan listrik di Inggris meningkat pesat sejak awal 2022 ini. Diketahui tagihan listrik meningkat sebesar US$ 113 bahkan lebih per bulan, sejak April lalu. Pada Juli kemarin inflasi di Inggris naik di atas 10%, tertinggi sejak 1980-an.

Mengutip dari The Guardian, Jumat (23/9/22), menurut laporan Money Advice Trust, diperkirakan sebanyak 20% orang dewasa Inggris atau 10,9 juta orang menunggak satu atau lebih tagihan rumah tangga. Angka ini naik 3 juta sejak Maret lalu.

Dalam laporan disebutkan bahwa sekitar 14% dari populasi Inggris atau hampir 8 juta orang orang mengatakan bahwa mereka telah menjual barang-barang pribadi hingga rumah tangga untuk dijual demi membayar tagihan. Dua dari lima orang bahkan telah mengurangi semua pengeluaran yang tidak penting.

Baca Juga: Putin: Rusia Tidak Terlibat dalam Krisis Energi di Eropa

“Banyak rumah tangga sudah menghadapi pilihan yang tidak mungkin, seperti makanan mana yang harus dilewatkan hanya agar listrik tetap menyala,” dikutip dari Joanna Elson CBE, kepala eksekutif Money Advice Trust, Jumat (23/9/2022).

Berdasarkan survei badan amal opinium terhadap 2.000 orang dewasa Inggris pada Agustus, ditemukan 5,6 juta telah kehilangan makanan dalam tiga bulan terakhir sebagai akibat dari krisis biaya hidup.

Mengutip data English Collective of Prostitution, akibat kenaikan biaya hidup banyak dari wanita yang terjun ke dunia prostitusi dan jumlah wanita yang menjadi pekerja seks komersial (PSK) naik menjadi 1/3 dari jumlah biasanya. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada meningkatnya angka tunawisma di Inggris.

Tak hanya itu, sektor transportasi di Inggris juga terancam. Bagaimana tidak, lebih dari 2.000 pengemudi bus di London beserta 600 staf nya di Kent berencana melakukan aksi mogok pekan depan. Pemogokan yang dilakukan pengemudi bus London akan terus berlanjut hingga persoalan tuntutan gaji terselesaikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya