SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Boyolali (Espos)–Bupati Boyolali, Sri Moeljanto, dinilai telah gagal mencapai visi-misinya, menyusul terjadinya krisis anggaran dalam rancangan APBD (RAPBD) 2010. Bupati juga dinilai kurang memiliki kemampuan lobi untuk mendapatkan dana perimbangan yang lebih besar, dengan semakin menurunnya kemampuan keuangan daerah.

Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Pattiro Surakarta, Alif Basuki kepada wartawan di Boyolali, Jumat (20/11), menanggapi krisis anggaran yang dialami Kabupaten Boyolali dalam RAPBD tahun 2010 tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dengan semakin turunnya nilai anggaran belanja untuk rakyat, berarti kepala daerah tidak sukses melaksanakan pembangunan,” tegas Alif saat dikonfirmasi Espos melalui telepon genggamnya, Jumat (20/11).

Mengutip visi-misi Bupati Boyolali, yakni Terwujudnya sistem pemerintahan daerah yang lebih efektif, lebih bersih, dan berwibawa serta lebih demokratis dan konstitusional sehingga mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, kemandirian dan daya saing dalam rangka ketahanan daerah, Alif menyatakan semestinya porsi anggaran untuk program-program kesejahteraan rakyat dapat dialokasikan lebih besar.

“Sebaliknya yang terjadi malah belanja langsung dari tahun ke tahun, yakni sejak tahun 2007 hingga tahun 2010, semakin menurun dan tidak sebanding dengan belanja tak langsung. Sehingga dapat diartikan bahwa pencapaian visi misi bupati dalam hal ini telah gagal,” tandasnya.

Alif mengungkapkan kenyataan pahit jika ternyata tren kemampuan keuangan Boyolali semakin menurun, terutama pada belanja langsung (BL) yang diperuntukkan untuk pelaksanaan program kesejahteraan rakyat. Padahal, menurut Alif, tahun 2010 merupakan tahun terakhir Bupati untuk merealisasikan visi-misinya yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Menyikapi hal tersebut, Alif mendesak DPRD Boyolali untuk merasionalisasi sumber-sumber pemborosan yang terjadi dalam RAPBD 2010, di antaranya pos-pos belanja  adminitrasi (ATK), perawatan gedung dan mobil dinas, perjalanan dinas atau kunjungan kerja (Kunker) dikurangi, belanja pegawai pada pos honorarium kepanitiaan. Selain itu, imbuhnya, standar indeks harga pembelian barang dan besarnya honorarium dalam belanja pegawai juga harus dirubah.

sry

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya