SOLOPOS.COM - Siswa SD membuat lubang resapan biopori, (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Siswa SD membuat lubang resapan biopori, (JIBI/SOLOPOS/Dok)

SOLO–Pemerintah Kota (Pemkot) Solo disarankan menambahkan persyaratan pembuatan sumur resapan atau lubang resapan biopori (LRB) ke dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal itu dilakukan karena saat ini Kota Solo mengalami kekurangan air bersih hingga empat juta meter kubik per tahun.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Hal tersebut disampaikan kandidat doktor di bidang lingkungan hidup Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Mugi Rahardjo dalam disertasi doktornya. Mugi menjelaskan kebutuhan warga Solo terhadap terhadap air bersih mencapai angka 40 juta meter kubik per tahun, padahal ketersediaan air bersih dari air tanah atau ground water hanya sebanyak 36 juta meter kubik. Defisit air yang terjadi di Solo itu membuat PDAM Solo harus mengambil air dari Cokrotulung, Klaten, untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Solo.

Untuk itu,  ia menyarankan perlunya konservasi air agar air tanah tidak terus menyusut, di antaranya dengan pembuatan sumur resapan dan LRB yang didukung oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah.

“Salah satu caranya adalah dengan menetapkan setiap proses pengajuan IMB harus diwajibkan dengan rencana pembuatan LRB. Sehingga setiap hunian memiliki resapan air,” kata Mugi seusai mengikuti ujian promosi doktor, Kamis (13/9/2012).

Saran Mugi tersebut telah diajukan dalam bentuk proposal ke DPRD Solo untuk dipresentasikan tentang pentingnya sumur resapan dan LRB di tiap hunian di Solo.

“Semoga setelah diterima, presentasi saya bisa ditindaklanjuti dengan pembuatan peraturan daerah yang mewajibkan tiap IMB juga disertai rencana pembuatan LRB,” jelasnya.

Mugi menambahkan pembuatan sumur resapan hampir dapat dilakukan oleh semua warga Solo, karena biaya pembuatan sumur sederhana yang cukup terjangkau, yaitu sekitar Rp370.000.

“Sumur resapan sederhana itu menggunakan bambu, dengan diameter lebih dari satu meter dan kedalaman lebih dari 10 meter,” paparnya.

Meski demikian, masih banyak warga Solo yang belum menyadari pentingnya upaya konservasi tersebut untuk menjaga ketersediaan air tanah dengan mengembalikan air yang terbuang di permukaan tanah agar kembali ke tanah.

Dalam disertasinya, Mugi meneliti mengenai hubungan antara tingkat ekonomi masyarakat dan kepedulian terhadap upaya konservasi air. Pada hasil penelitiannya disimpulkan semakin tinggi tingkat perekonomian maka semakin rendah kepedulian untuk mengkonservasi air. Mugi mengira, hal itu disebabkan warga dengan tingkat ekonomi tinggi merasa mampu membeli air bersih sehingga tidak peduli pada kondisi persediaan air bersih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya