SOLOPOS.COM - Dua anggota Pramuka asal SMK Wisudha Karya, Kudus, Jawa Tengah, Muhammad Vijie Rohmadi dan Muhammad Darojat mendemonstrasikan alat pendeteksi banjir di Kampung Kadirejo, Kancilan, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Kamis (15/11/2012). Rangkaian transistor sederhana seharga kurang lebih Rp 200.000 yang mereka beri nama PADMETER ini berhasil mendeteksi empat tingkatan kenaikan air. Presentasi alat pendeteksi banjir sebagai upaya pengurangan resiko pencana ini digagas oleh Pathfinder Association for Disaster Management (PADMA). (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Dua anggota Pramuka asal SMK Wisudha Karya, Kudus, Jawa Tengah, Muhammad Vijie Rohmadi dan Muhammad Darojat mendemonstrasikan alat pendeteksi banjir di Kampung Kadirejo, Kancilan, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Kamis (15/11/2012). Rangkaian transistor sederhana seharga kurang lebih Rp 200.000 yang mereka beri nama PADMETER ini berhasil mendeteksi empat tingkatan kenaikan air. Presentasi alat pendeteksi banjir sebagai upaya pengurangan resiko pencana ini digagas oleh Pathfinder Association for Disaster Management (PADMA). (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

SLEMAN – Siswa SMK kembali terbukti bisa melakukan aksi kreatif dengan bekal ilmu mereka. Misalkan saja yang ditunjukkan dua siswa asal SMK Wisudha Karya, Kudus, Jawa Tengah ini. Mereka, Muhammad Vijie Rohmadi siswa Kelas XII jurusan Audio Video dan Muhammad Darojad siswa Kelas XII jurusan Elektronika Industri, berhasil membuat alat deteksi banjir.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Vijie menuturkan awal pembuatan alat ini didasarkan dari tugas sekolah. Tugasnya adalah membuat alat yang bisa dipergunakan untuk membantu masyarakat. “Pertama bingung mau buat apa? Yang terlintas saat musin hujan adalah banjir, makanya saya langsung mencari-cari referensi tentang alat yang bisa memberitahukan saat banjir datang,” kata Vijie yang dijumpai saat uji kering alat Padma Meter di Kadirejo, Kancilan RT 006/026 No 16, Desa Sinduharjo, Ngaglik, Sleman.

Vijie mendapatkan sejumlah informasi dari internet. Banyak alat pendeteksi banjir yang tercipta di sana berikut cara perangkaiannya. Namun, semua alat itu jika dibuat biayanya mencapai ratusan juta rupiah. Terlebih membutuhkan panel-panel yang biasa digunakan untuk industri. Dari sana, Vijie mengajak Darojad yang sangat ahli dalam bidang elektronika. Darojat akhirnya menemukan alat yang bisa merubah panel-panel seharga ratusan juta dan diganti dengan transistor dan pengubah tegangan.

“Yang tersulit hanya mengganti rangkaian transistor ini agar bisa tersambung dengan listrik tegangan 220 V. Banyak mencoba, akhirnya saya menemukan jika ada alat yang bisa merubah arus itu,” kata Darojat yang menjelaskan penelitian rangkaian ini hanya membutuhkan waktu dua setengah bulan..

Secara garis besar alat Padma Meter yang tercipta ini akhirnya selesai dan mulai diuji coba. Alat ini dari yang seharusnya seharga raturan juta, disulap menjadi Rp200.000. Itupun ditambahi, jika alat ini mudah dioperasikan dan sparepart sangat mudah didapatkan. Setelah selesai dikerjakan, alat ini mulai diuji coba. Percobaan pertama berhasil dengan menggunakan wahana aquarium kecil. Alat ini sendiri bisa memberikan informasi ketinggian air di sebuah sungai.

Cara kerjanya, dari panel detektor yang dipasang disambungkan dengan lampu tiga warna, yakni hijau, kuning dan merah. Sedangkan terakhir disambungkan dengan sirine tanda bahaya. Jika diurutkan, lampu hijau menyala berarti normal, kuning berarti waspada, merah berarti siaga dan sirine berarti awas atau siap-siap mengungsi. “Saat tersambung dengan sirine kami juga langsung menghubungkan dengan HT agar dipancarkan pada frekuensi tertentu. Jadi siapa saja yang memegang HT pada frekuensi itu akan menangkap sinyal dan nada suara dari alat ini,” ujar Vijie.

Di sisi lain Ketua Pathfinder Association For Disaster Managemen (PADMA) Bambang Sasongko, mengatakan jika alat ini sifatnya masih uji coba kering. Belum sampai dilakukan uji coba ke tempat yang aslinya. Untuk itu perlu adanya uji coba ke tempat aslinya. “Padma Meter ini masih bersifat trial and error. Kami juga masih akan menguji ke beberapa tempat yang rawan terhadap banjir. Untuk di Jogja kami akan memilih Kali Winongo dan Gajahwong. Sedangkan untuk Jawa Tengah kami akan mencoba memasang alat ini di Sungai Kayen,” kata Bambang.

Menurut Bambang pemasangan ini akan dilakukan di tiga tempat di sepanjang sungai itu, yakni di hulu, tengah dan hilir. Jadi nantinya jika ada bahaya banjir dari hulu, bagian tengah dan hilir sudah bersiap-siap untuk mengungsi. “Yang menarik dari alat ini adalah sederhana, murah dan bisa dikelola masyarakat di manapun. Pengelolaan tidak harus sarjana atau ahli dalam elektronika, yang penting bisa solder dan baca PCB mereka bisa membenahi alat ini sendiri,” kata Bambang.

Bambang menuturkan saat ini alat ini masih harus menggunakan aki saja. Namun ke depan pihaknya akan mengusahakan suplai energi dari baterei untuk aki tersebut agar bisa lebih hemat energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya