SOLOPOS.COM - Salah satu adegan dalam pentas ketoprak sorot Mahar yang mengambil seting area Pendapa Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Kamis (9/11/2017) malam. (Istimewa/ Dokumentasi Panji Satrio Binangun/Panitia)

Ketoprak Sorot memanfaatkan ruang-ruang terbuka sekitar Wisma Seni sebagai seting adegan.

Solopos.com, SOLO–Riuh tawa dan tepuk tangan terdengar menggelegar dari Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Solo, Kamis (9/11/2017) malam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pendapa yang biasanya dijadikan sebagai panggung pentas justru dipenuhi ratusan penonton. Mereka duduk bersila menikmati pertunjukan ketoprak sorot dengan seting utama area wisma. Belum lama adegan antara anak Lurah Kadokan, Pardi bersama seorang temannya selesai, seting pentas berpindah.

Penonton yang tadinya fokus pada area taman harus menggeser posisi duduknya ke sisi kiri untuk menyaksikan kelanjutan kisah cinta Pardi dan anak Lurah Dhuwet, Wangi. Tak berapa lama, adegan berpindah ke sisi lainnya yang mengharuskan penonton kembali menggeser posisi duduk. Ada empat lokasi sekitar pendapa yang digunakan sebagai panggung pentas ketoprak sorot berjudul Mahar ini.

Penerangan di setiap panggung mengandalkan sorot cahaya yang dibawa oleh dua kru. Begitu juga dengan pengeras suara, ada dua pembawa microphone wireless yang mengikuti pergerakan pemain. Tak ada panggung permanen seperti pentas ketoprak pada umumnya. Mereka memanfaatkan ruang-ruang terbuka sekitar Wisma Seni sebagai seting adegan. Mulai pelataran, belakang tembok wisma, taman, hingga kolam ikan.

Seniman Senior

Namun pola permainan yang berpindah-pindah ini tak membingungkan. Penonton terlihat menikmati pertunjukan meski harus berulang kali geser posisi. “Pemainnya memang lucu-lucu. Kelihatan menjiwai karakternya masing-masing. Apalagi yang pentas memang bukan orang baru di dunia seni pertunjukan. Pokoknya pentas ketoprak malam ini top lah,” kata salah satu penonton suci Indah Pertiwi.

Ketoprak kreasi besutan Hanindawan tersebut memang didukung para seniman senior di Solo. Sedikitnya ada 60 orang dari berbagai bidang kesenian Solo terlibat dalam pentas ini. Mulai deretan penari Solo, musikus Gondrong Gunarto, dalang Congwayndut, pegiat teater Udin UPW, seniman muda Panggah Rudhita, serta komedian Doel Pecas Ndahe. Seperti biasa Doel berulangkali memecah keheningan dengan tingkah konyolnya.

“Ini memang bukan pertunjukan wayang konvensional. Inovasi wayang malam ini memanfaatkan arsitektur wisma seni sebagai ruang eksplorasi. Ini ketoprak yang terbuka dan demokratis,” kata sutradara Hanindawan.

Hanin mengatakan pentas malam itu sekaligus menggambarkan ketoprak merupakan peristiwa bersama. Semua elemen mulai pemain, kru tata lampu, suara, bahkan penonton memiliki kedudukan penting.

Tak hanya inovasi pentas, naskah Mahar yang disiapkan hanya beberapa jam selama perjalanan Surabaya – Solo ini menyinggung bahaya perpecahan dengan seting tanah Jawa era 1825-an. Cerita dibalut dengan romansa antara dua tokoh utama dari pegiat teater solo Pardi (diperankan Udin UPW) dan Wangi (diperankan Okfied).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya