SOLOPOS.COM - Djumari menunjukkan minatur truk buatannya yang terbuat dari bahan bekas Rabu (18/5/2022). (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, MADIUN — Dari tangan Djumari, kakek-kakek asal Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, limbah kayu bisa menjadi barang kerajinan dan bernilai ekonomi. Pria berusia 68 tahun itu menyulap limbah kayu itu menjadi miniatur truk.

Untuk bahan bakunya, ia mengambil limbah kayu dari perusahaan pengolah kayu jati yang ada di sekitar rumahnya. Bukan hanya limbah kayu, ia juga mengumpulkan kaleng makanan bekas.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Ukuran dan modelnya ada bermacam-macam sesuai dengan permintaan. Besar dan sedang,’’ kata Djumari, Rabu (18/5/2022).

Harganya untuk truk kecil, dia banderol sebesar Rp100.000. Kalau ada lampu dan tutup di bak belakang jadi Rp150.000. Lalu yang paling besar dengan ukuran 80 cm x 28 cm x 25 cm harganya Rp350.000. Truk ukuran paling besar ini bisa mengangkut dua anak berumur sekitar lima tahun.

Baca Juga: Waduh, 2 Ekor Sapi di Madiun Suspek PMK, Ada Luka di Mulut dan Kaki

‘’Saya naiki truknya saja masih kuat,’’ ujarnya sambal mencontohkan saat naik di atas bak truk mini.

Proses pembuatannya cukup panjang. Terlebih dahulu Djumari menyortir kayu bekas dan disesuaikan dengan ketebalan yang diinginkan. Setelah itu dipasah dan dirakit menjadi bak truk. Kemudian kalengnya juga dipotong dan dibentuk menjadi kepala truk.

Dia tidak menargetkan pembuatan harian melainkan bulanan. Dalam satu bulan, Djumari bisa menghasilkan miniatur truk sampai 100 buah. Sebab, pembuatannya bertahap dari bak, kepala, sampai pengecatan. Proses pengeringan cat masih dilakukan secara manual dan membutuhkan sinar matahari.

Baca Juga: Sah! Dua Perda di Ponorogo Resmi Dicabut, Ini Alasannya

‘’Kalau musim hujan butuh waktu lama untuk pengeringan,’’ kata dia.

Meskipun begitu, penjualan miniatur truknya musiman. Tidak selalu laku 100 buah dalam sebulan. Namun, saat Lebaran kemarin 50 buah truk terjual dalam tujuh hari. Sebab, diborong pemudik untuk dibawa ke tempat perantauan. Biasanya Djumari mengirim miniatur truknya ke Ngawi, Magetan, dan Ponorogo.

‘’Yang beli biasanya anak-anak di lingkungan sekitar sini aja,’’ ujarnya.

Bukan tanpa alasan Djumari menjadi pengrajin miniatur truk dari bahan bekas. Dia memang sejak kecil gemar bermain mobil-mobilan. Dia juga membuatnya sendiri dari bahan kardus. Namun, pada tahun 1985, dia mulai membuat kendaraan roda empat itu dari limbah kayu jati.

Baca Juga: Gara-Gara KKN di Desa Penari, Pengunjung Bioskop di Ponorogo Melonjak

‘’Waktu itu hanya diecer sendiri dan biasanya dijual di tempat keramaian,’’ ungkapnya.

Namun, mulai tahun 2000, Djumari sudah memasarkannya secara luas. Dia menitipkan ke toko mainan dengan harga grosiran. Dalam sebulan, omzetnya berkisar Rp3 juta. Kalau ramai, penghasilannya lebih dari itu. Pekerjaan itu hanya sampingan untuk mengisi hari tuanya.

‘’Yang membuat ya saya sendiri,’’ pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya