SOLOPOS.COM - Sejumlah pembeli minyak goreng curah mengantri di Gudang PT. LBS, Jumat (25/3/2022). (Harian Jogja/Lugas Subarkah)

Solopos.com, SLEMAN — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) DI Yogyakarta memeriksa PT Lestari Berkah Sejati (LBS) yang bergerak di bidang distributor minyak goreng curah di Jalan Kabupaten, Kronggahan I, Kalurahan Trihanggo, Kapanewon Gamping, Sleman, Jumat (25/3/2022).

Pemeriksaan distributor minyak goreng curah ini berawal dari aduan masyarakat terkait temuan praktik tying dalam penjualan minyak curah kepada masyarakat.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Kabid Penegakan Hukum Kanwil VII KPPU, Kamal Barok, mengatakan PT LBS diduga melakukan praktik tying dalam penjualan minyak goreng curah. Dalam menjual minyak goreng itu, perusahaan mewajibkan pembeli harus membeli produk lain senilai miniminal Rp400.000 atau perbandingan 1 banding 1 dengan minyak goreng curah.

“Misal minyak goreng satu jeriken dengan ukuran 18 liter seharga 14.000 per liter, wajib membeli misal satu karung gula, yang penting di atas Rp400.000, kata dia.

Baca Juga: TPST Piyungan Penuh, TPS Senilai Rp38 Miliar Segera Dibangun di Sleman

Kamal menyampaikan apa yang dilakukan distributor itu telah melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Praktek tying seperti ini menurutnya tidak diperbolehkan karena masyarakat sudah terbebani kesulitan mencari minyak goreng, masih diwajibkan membeli produk lain.

Dalam pemeriksaan lapangan ini, KPPU juga melibatkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman, Disperindag DIY, Satgas Pangan DIY dan Ombudsman RI perwakilan DIY.

Dalam temuannya, perusahaan melekatkan produk lain dalam penjualan minyak goreng curah. Barang itu seoertu gula pasir, tepung terigu, dan lainnya. Meski produk tersebut termasuk barang fast moving, praktik tying ini tetap membebani bagi penjual eceran maupun masyarakat ynag membeli.

Baca Juga: PAD Sleman di Sektor Wisata Justru Naik saat Pandemi, Kok Bisa?

“Karena kewajiban tadi akan membebani pedagang, sehingga pedagang juga akan mewajibkan kepada konsumennya, akhirnya konsumen yang terbebani. Dalam perspektif KPPU, konsumen akan dirugikan di income saving. Konsumen yang seharusnya tidak perlu membeli produk lain misal tepung terigu, dia harus membeli itu untuk memperoleh minyak goreng,” ungkapnya.

Alasan Lakukan Tying

Berdasarkan informasi yang diperoleh, PT LBS telah menjalankan praktik tying cukup lama, sejak terjadi gejolak pada minyak goreng kemasan beberapa waktu lalu. PT LBS, kata dia, beralasan menjalankan praktik ini untuk mengatur agar konsumen bisa diatur dalam pembeliannya, di tengah distribusi minyak goreng yang tersendat.

Padahal, untuk mengatur pembelian, antrian dan sebagainya itu kewajiban pemerintah, mulai dari Polri hingga Disperindag. “Kalau misal dalam pendistribusian minyak goreng curah yang disubsidi pemerintah terjadi permasalahan dalam penjualannya atau pendistribusiannya, maka itu kewajiban dari pemerintah, tidak bisa pelaku usaha dengan alasan seperti itu untuk mencari keuntungan,” katanya.

Hasil pemeriksaan lapangan ini akan disampaikan ke pimpinan KPPU. Terkait sanksi, jika mengacu pada 2 UU No. 5/1999, sanksi minimal Rp1 miliar, dan paling banyak ada dua kriteria, bisa 10% dari penjualan atau 50% dari keuntungan bersih. Meski demikian, pimpinan KPPU akan mempertimbangkan efektivitas dalam penanganan perkara, sehingga bisa saja hanya diberi teguran.

Baca Juga: Kakek-Kakek Tewas Tertabrak KA di Perlintasan Tanpa Palang di Sleman

“Dalam penanganan perkara ada sejumlah SDM [sumber daya manusia], biaya, waktu, dan sebagainya, komisioner akan mempertimbangkan apakah perlu dilakukan penegakan hukum atau model koordinasi lain, apakah teguran sehingga perubahan perilaku,” ungkapnya.

Salah satu pembeli minyak goreng curah di PT. LBS, Ari Fidiah, mengatakan pembelian saat ini dibatasi hanya satu jeriken berkapasitas 18 liter sehari, seharga Rp252.000 atau Rp14.000 per liter. Pedagang sembako di Kapanewon Depok ini pun mengaku diwajibkan membeli produk lain seharga Rp400.000 sejak sepekanlalu.

Beberapa produk yang dilekatkan dalam pembelian minyak goreng curah ini di antaranya tepung terigu, tepung beras, dan gula jawa. Ia pun terpaksa harus membeli barang-barang tersebut meski tidak membutuhkan.

“Stok masih banyak. Tepung masih dua sak, gula jawa dua karung. Kita mumet sendiri,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya