SOLOPOS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memberikan keterangan pers seusai Pelantikan Pegawai di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6/2021). (Bisnis-Arief Hermawan P.)

Solopos.com, JAKARTA — Kesalahan fatal KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto tanpa melibatkan Mabes TNI dinilai sebagai bentuk ketidakprofesionalan pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

Ketua KPK Firli Bahuri dan para komisioner didesak untuk mengundurkan diri karena selama ini kerap dianggap bermain politik dalam penegakan hukum.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Desakan mundur disampaikan pengamat hukum asal Solo, Muhammad Taufiq, Sabtu (29/7/2023).

Taufiq mengaku sangat prihatin dengan apa yang terjadi dalam kasus OTT perwira TNI dan penetapan tersangka seorang jenderal TNI AU, Marsdya Henri Alfiandi.

Kesalahan KPK itu, kata dia, menunjukkan pimpinan komisi antirasuah tidak paham dengan undang-undang.

Karena itu, sikap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang terkesan menyalahkan anak buahnya menurutnya tidak fair.

“Itu sikap pengecut. Tidak mungkin OTT tidak mendapat persetujuan pimpinan. Artinya pimpinan KPK tidak paham dengan UU Peradilan Militer, bahwa ketika ada kasus yang melibatkan tentara seharusnya mengacu pada UU tersebut. Mereka sudah tidak layak dan harus mundur, jangan menyalahkan anak buah,” ujar Taufiq kepada Solopos.com.

Taufiq menilai selama ini KPK tebang pilih dalam penegakan hukum.

Tak jarang, menurutnya, KPK melakukan proses hukum berdasarkan pesanan politik penguasa.

“Ini kan kena batunya. Selama ini KPK ikut berpolitik. Dengan adanya kejadian ini menunjukkan Firli Bahuri dan kawan-kawan sudah tidak layak diperpanjang masa jabatannya,” tandas pengajar hukum pidana Unissula Semarang itu.

Sebelumnya diberitakan, KPK meminta maaf dan mengakui adanya kesalahan prosedur dalam operasi tangkap tangan yang melibatkan dua perwira aktif TNI.

OTT tersebut di antaranya melibatkan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto terkait kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi.

“Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023), dilansir Antara.

Atas hal tersebut Johanis mewakili KPK menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada seluruh jajaran TNI.

“Kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan ke depan kami akan berupaya kerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain dalam upaya penanganan pemberantasan tidak pidana korupsi,” tuturnya.

Sebelumnya dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko menilai OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, tidak sesuai dengan prosedur.

“Kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri. Namun, saat press conference ternyata statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka,” kata Agung di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat.

Agung mengatakan pihaknya malah mengetahui soal penangkapan terhadap Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dari pemberitaan di media.Yang bersangkutan kemudian diserahkan KPK ke Puspom TNI setelah 1×24 jam dengan status tahanan KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya