SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus dan Direktur Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya dalam pemeriksaan, Kamis (25/10/2018), sebagai saksi untuk tersangka Billy Sindoro dalam kelanjutan proses penyidikan kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Selain itu, KPK memanggil enam orang staf keuangan Lippo Cikarang dan seorang Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Kabag Kerja Sama Antar-Daerah di Sekretariat Pemerintah Daerah. Berikut nama-nama saksi kasus dugaan suap Meikarta yang dipanggil KPK:

Promosi Peringati Hari Raya Nyepi, BRI Peduli Bagikan 1.000 Paket Sembako di Bali

  • Toto Bartholomeus, Presiden Direktur Lippo Cikarang
  • Ketut Budi Wijaya, Direktur Lippo Karawaci
  • Novan, staf keuangan Lippo Cikarang
  • Endrikus, staf keuangan Lippo Cikarang
  • Ronald, staf keuangan Lippo Cikarang
  • Sri Tuti, staf keuangan Lippo Cikarang
  • Dianika, staf keuangan Lippo Cikarang
  • Josiah, staf keuangan Lippo Cikarang
  • Eka Hidayat Taufik, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Kabag Kerja Sama Antar-Daerah di Sekretariat Pemerintah Daerah
  • Kusnadi Hendra Maulana dan Ujung Tatang, keduanya merupakan Analisis Penerbitan Pemanfaatan Ruang pada Seksi Penerbitan Perizinan Tata Ruang dan Bangunan
  • Lucki Widiyanti, Pengelola Dokumen Perizinan pada Seksi Penerbitan Perizinan Tata Ruang dan Bangunan

Terkait dengan perkara, KPK menetapkan Direktur PT Operasional Lippo Grup Billy Sindoro sebagai salah satu tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Selain Billy, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka penerima.

Ekspedisi Mudik 2024

“Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada Bupati Bekasi dan kawan-kawan terkait pengurusan perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi,” ujar Wakil Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif di KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018).

KPK juga menetapkan tujuh orang lain sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak pemberi Taryudi, Konsultan Lippo Grup; Fitra Djaja Kusuma, Konsultan Lippo Grup; dan Henry Jasmen, Pegawai Lippo Grup.

Sementara itu, sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.

Pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek Meikarta seluas total 774 hektar diduga dibagi ke dalam tiga fase, yakni fase pertama 84,6 ha; fase kedua 252,6 ha; dan fase ketiga 101,5 ha.

Berdasarkan dugaan KPK, pemberian dalam perkara ini sebagai bagian dari komitmen fee proyek pertama dan bukan pemberian pertama dari total komitmen Rp13 miliar melalui Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTT.

“Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas pada April, Mei, dan Juni 2018,” lanjut Laode.

Sementara itu, dari lokasi OTT KPK mengamankan barang bukti berupa Uang SGD90.000 dan uang dalam pecahan Rp100.000 total Rp513 juta. KPK juga mengamankan tiga unit mobil, yakni Toyota Avanza, Toyota Innova, dan BMW.

Sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.

Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ancaman pidana untuk penerimaan suap atau gratifikasi sangat tinggi yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup (Pasal 12 a, b atau Pasal 12 B).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya