SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Surabaya (Solopos.com)–Pejabat publik yang memimpin organisasi olahraga yang dibiayai APBD kembali jadi sorotan. Sebab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menindaklanjuti hasil kajian tentang penggunaan APBD untuk olahraga dan rangkap jabatan.

Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012, Kemendagri melarang penggunaan APBD untuk olahraga profesional.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Melalui siaran pers yang dilansir website KPK, Jumat (15/6/2011), Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan dalam pasal 23 Permendagri tersebut dinyatakan bahwa pendanaan untuk organisasi cabang olahraga profesional tidak dianggarkan dalam APBD karena menjadi tanggung jawab induk organisasi cabang dan/atau organisasi profesional yang bersangkutan.

“KPK sangat menyambut baik langkah ini, sekaligus juga berharap agar kementerian dan lembaga lain mau melakukan hal serupa dengan apa yang dilakukan oleh Kemendagri dalam hal pencegahan korupsi,” kata Johan.

Kajian mengenai penggunaan dana APBD olahraga telah dipaparkan pada 5 April 2011 di hadapan Mendagri, Gamawan Fauzi; Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng; dan beberapa gubernur.

Dalam kajian itu, KPK mengidentifikasi tiga temuan, yaitu dilanggarnya asas umum pengelolaan keuangan daerah pada pengelolaan dana APBD bagi klub sepak bola, adanya rangkap jabatan pejabat publik pada penyelenggaraan keolahragaan di daerah yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, dan dilanggarnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan hibah dari APBD.

Atas hasil kajian tersebut, lanjut Johan, KPK memberikan saran kepada Mendagri untuk membuat peraturan untuk menghentikan pengalokasian APBD bagi klub sepak bola mulai tahun anggaran 2012, termasuk pengaturan sanksinya.

KPK juga menyarankan Kemendagri untuk menginventarisasi pejabat publik yang melakukan rangkap jabatan pada kepengurusan KONI dan/atau kepengurusan klub sepak bola; dan mengeluarkan peraturan mengenai larangan pejabat publik untuk melakukan rangkap jabatan pada pengurusan KONI dan klub sepak bola.

Selain itu, KPK meminta Mendagri menetapkan peraturan tentang pedoman pengelolaan hibah bagi pemerintah daerah yang di dalamnya sekurang-kurangnya mengatur tentang kriteria calon penerima hibah dan kewajiban untuk mengumumkan kepada publik nama penerima hibah dan besaran nilai hibahnya.

Dari kebijakan mendagri maupun dukungan dari KPK untuk memerangi korupsi tersebut maka posisi Ketua KONI Jatim yang dipegang Saifullah Yusuf bisa disebut terancam. Sebab Saifullah yang biasa dipanggil Gus Ipul saat ini dikatagorikan rangkap jabatan karena dia juga menjabat Wakil Gubernur Jatim. Begitupula masih banyak kepala daerah yang juga merangkap jabatan di KONI daerah.

Gus Ipul tak gentar jika pencairan dana KONI dipersoalkan hingga ke KPK dengan tuduhan kedudukannya yang melanggar undang-undang.

“Silahkan, saya terbuka kok,” kata Gus Ipul menanggapi kemungkinan adanya elemen masyarakat yang akan mengadukan ke KPK karena pelanggaran UU No 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) yang melarang pejabat publik masuk kepengurusan KONI.

Mantan sekjen PKB itu justru memuji pihak-pihak yang akan menempuh jalur tersebut. “Kalau mau dilaporkan itu bagus, itu merupakan bagus bagi transparansi,” katanya saat ditemui detiksurabaya.com di Gedung Grahadi, Surabaya, Rabu (3/11/2010). Namun yang terpenting kata Gus Ipul, dirinya sudah meminta kepada pengurus untuk melakukan perbaikan sistem administrasi di organisasi yang dipimpinnya.

Gus Ipul juga menyangkal tudingan majunya dirinya memimpin KONI karena sifat kemaruk alias serakah. “Sama sekali saya tidak mengejar jabatan ini (Ketua Koni). Pak Gubernurlah yang mendorong saya maju sebagai Ketua Koni,” kata Gus Ipul, seusai acara peresmian masjid Baitul Rahman, Dusun/Desa Ngembe, Kecamatan Beji, Pasuruan, Minggu (31/10/2010) pukul 22.30 WIB.

Kalau yang menjadi masalah adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang sistem keolahrgaan nasional (SKN), lanjutnya, itu sudah diupayakan untuk diamandemen. Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KONI yang baru saja dilaksanakan telah sepakat melakukan amandemen UU No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN).

(detik.com/tiw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya