Solopos.com, SOLO – Kota Solo pernah menjadi pesemaian sastra patriotik dan revolusioner. Yang dimaksud revolusioner adalah mendobrak penjajahan dari segala segi yang mungkin. Sastra patriotik mengacu pada karya sastra yang menggelorkan semangat cinta tanah air, rela berkorban, berjiwa pembaru, dan pantang menyerah.
Kajian sastra dalam konteks ini bermula dari Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (Malaka 1796-Mekkah 1854). Buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, terbitan Merakesumba, 2008, menjelaskan Abdullah menanam tradisi revolusioner itu dalam karya sastra yang berusaha memutus hubungan dengan dunia lama: korupsi, feodalisme, apatisme, dan kezaliman golongan feodal yang berkuasa.