SOLOPOS.COM - Salah satu pengurus gabungan kelompok tani (gapoktan) menyampaikan capaian pengelolaan dana PUAP saat monitoring dan evaluasi PUAP di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Kamis (9/3/2017). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Korupsi Wonogiri, tim khusus Kejari menemukan indikasi korupsi dana PUAP pertanian yang sempat macet.

Solopos.com, WONOGIRI — Tim khusus (Timsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri menemukan indikasi pidana korupsi dalam kasus dana bantuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dari APBN 2008-2015 yang macet.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Penyelewengan dana itu dilakukan mantan kepala desa (kades). Hal itu diketahui setelah timsus menelusuri kasus tersebut sejak awal Maret lalu. (Baca: Dana PUAP Rp6,9 Miliar yang Dikelola 69 Gapoktan Macet)

Langkah itu dilakukan setelah diketahui dana PUAP senilai lebih dari Rp5 miliar yang dikelola 69 gabungan kelompok tani (gapoktan) di Wonogiri macet. Ketua Timsus yang juga Kasi Intelijen Kejari Wonogiri, Triyanto, saat dihubungi Solopos.com, Senin (17/4/2017), menyampaikan ada kades yang meminjam dana PUAP Rp20 juta sejak 2008 silam tapi hingga sekarang belum dikembalikan.

Nilai pinjaman tersebut jauh di atas plafon peminjaman. Berdasar aturan, peminjam yang merupakan anggota gapoktan hanya boleh meminjam maksimal Rp2 juta jika memiliki lahan seluas 1 hektare (ha).

Aturan itu berlaku kelipatannya. Padahal tanah yang dimiliki kades bersangkutan kurang dari ketentuan tersebut. “Ini terjadi di salah satu desa di Paranggupito. Kades bersangkutan saat meminjam dana pada 2008 lalu masih aktif. Sekarang sudah mantan,” kata dia.

Kendati perbuatan itu tergolong indikasi pidana korupsi, timsus mengarahkan penanganan pada pengembalian dana atas pertimbangan tertentu. Dia meyakini mantan kades bersangkutan sudah mengembalikan dana PUAP kepada gapoktan selaku pengelola karena sudah diperingatkan.

Menurut Triyanto, kondisi tersebut terjadi di desa-desa lainnya. Parahnya, sebagian besar dana yang macet itu dipinjam kades dan perangkat desa. Mereka meminjam dana Rp5 juta hingga Rp6 juta. “Selebihnya tergolong perdata,” ujar Triyanto.

Petani yang meminjam sama sekali tidak mengembalikan dana sehingga dana yang dikelola tidak berjalan. Setiap petani meminjam dana Rp700.000 hingga Rp2,5 juta. Jika dikalkulasi dana yang macet mencapai Rp45 juta/gapoktan atau bahkan lebih. Dana PUAP yang dikelola setiap gapoktan Rp100 juta.

Terpisah, Kasi Penyuluhan Bidang Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Wonogiri, Heru Sumaryanto, mengatakan sejak sebulan lalu sudah ada 24 gapoktan yang sudah menyelesaikan tanggungan. Heru terus membantu gapoktan menagih dana PUAP yang belum dikembalikan hingga masalah itu selesai 100 persen.

Dana yang sudah dikembalikan kepada gapoktan tidak digulirkan terlebih dahulu hingga pengelolaannya benar-benar sehat. Menurut Heru, macetnya dana PUAP dipengaruhi beberapa faktor, seperti tidak jalannya koordinasi antarkelompok tani (poktan) dengan gapoktan, pengelola tidak aktif karena usia senja, peminjam meninggal dunia, dan peminjam menganggap dana PUAP tidak perlu dikembalikan karena dianggap hibah.

“Kalau pengurus tidak aktif, kami arahkan agar gapoktan direorganisasi,” kata Heru.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya