SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja)

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja)

JOGJA—Sidang dugaan korupsi intensifikasi tembakau virginia Bantul kembali digelar dengan agenda pledoi terdakwa, Sudjono,57 di Pengadilan Negeri Jogja, Senin(10/12/2012). Dalam sidang itu, Sudjono membela bahwa dirinya adalah korban kebijakan pejabat.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

“Mengapa kami disalahkan? Bukankah kami hanya melaksanakan kebijakan,” kata Sudjono. Pembelaan itu dibacakan oleh kuasa hukumnya, Rohmidi Sri Kusumo dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Suryawati. Ini lantaran Sudjono menangis sehingga tak kuasa untuk membacakan seluruh pembelaannya yang dibuatnya dalam kertas tebal di kursi pesakitan.

Seperti yang telah diungkapkan Sudjono di luar pengadilan, dugaan korupsi yang dialamatkan kepadanya itu bermula dari komitmen Pemerintah Kabupaten Bantul untuk menanggung hutang kelompok tani yang menjadi embrio dari program intensifikasi tembakau virginia(ITV) pada 2003 akibat gagal panen sebesar Rp527 juta.

Program itu dilaksanakan menyusul adanya arahan Gubernur DIY bahwa dengan adanya program ITV dapat membantu penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan petani. Karena tidak dianggarkan dalam APBD, bupati meminta Bank Bantul untuk memberikan pinjaman tanpa agunan walau dalam praktiknya nama Sudjono dan lahannya tetap menjadi syarat agar dana itu cair.

Namun program itu belakangan merugi karena kualitas produk turun yang diantaranya disebabkan kurangnya oven untuk proses pengeringan. Belum lagi pada 2004, pinjaman bank sudah jatuh tempo. Dan masih ditambah gempa bumi 2006 yang memporak- porandakan rumah dan gudang tembakau.

Melalui pertemuan koordinasi pada 17 Oktober 2008, Pemerintah Kabupaten Bantul berkomitmen untuk membantu pelunasan utang tersebut. Pelunasan itu ternyata diambil dari dana hibah cukai tembakau provinsi DIY/Bantul.

“Kami tidak tahu adanya hibah, apalagi rencana bahwa dana hibah tersebut akan diberikan kepada petani ITV untuk membayar pinjaman program yang merugi pada 2003,” kata dia.

Yang diketahuinya dari Kepala Dinas Pertanian, Edy Suharyanta, bantuan itu disalurkan melalui kelompok. Maka itu, kelompok tani ITV membentuk kelompok usaha bersama (KUB) Bumi Tirta dengan akta notaris. Dan KUB kemudian diminta untuk mengajukan permohonan dana Rp300.000. “Sesuai dengan arahan Kepala Disperta Rp150.000 untk membayar angsuran, sedangkan sisanya Rp150.000 untuk budidaya tembakau,” ungkap dia.

Sudjono kemudian mengaku diminta untuk kembali mengajukan proposal dana Rp270.000 dengan nama kelompok tani yang berbeda atau fiktif. Munculah nama kelompok tani subur dengan nama ketua yang memakai nama tua Sudjono, Puji Sudarmo. Dana itu menurutnya kemudian disetorkan ke Bank Bantul oleh Kepala Dispertahut.

Karena menjadi temuan BPK, Sudjono diminta untuk mengembalikan. Dengan segala upaya, ia akhirnya dapat menurutinya dengan menyerahkan uang sebesar Rp420.000 kepada Kepala Dispertahut yang akan menyerahkan ke kas daerah.

Sidang berlangsung sekitar satu jam. Sudjono diminta untuk menandatangani surat pembelaan yang dibuatnya. Sebelumnya, Sudjono dituntut lima tahun penjara dengan menimbang pasal 2 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 18 sebagai perubahan atas UU 31/1999 juncto pasal 64. Sidang akan dilanjutkan pekan depan. “Klien kami korban, tidak ada niatan untuk melawan hukum. Dengan begitu seharusnya bebas dari tuntutan,” kata Rohmidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya