SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Harianjogja.com, JOGJA—Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja menjatuhkan hukuman penjara selama 20 bulan kepada terdakwa kasus dugaan korupsi perluasan tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Wukirsari, Desa Baleharjo, Kecamatan Wonosari, Bedjo Raharjo, Kamis (16/1/2014).

Bedjo terbukti secara sah melanggar dakwaan subsider Pasal 3 UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Majelis hakim menjatuhkan hukuman satu tahun delapan bulan denda Rp50 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka hukuman akan ditambah satu bulan,” kata Hakim Ketua, Esther Megaria Sitorus.

Selain menjatuhkan hukuman penjara, terdakwa juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara senilai Rp67,7 juta. Jika kerugian tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama sempat bulan.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim itu lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejari Wonosari, Sigit Kristiyanto. Dalam persidangan sebelumnya, Selasa (10/12/2013), JPU menuntut terdakwa dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp200 juta. Selain itu terdakwa juga diwajibkan mengembalikan uang pengganti Rp67,4 juta subsider enam bulan penjara.

Menurut Sigit, Pasal 2 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sudah tepat dijadikan dakwaan primer terhadap terdakwa.

Hal itu terjadi lantaran Bedjo tidak pernah menyampaikan kesepakatan dan melakukan negosiasi dengan lima orang warga ke panitia, serta tidak melibatkan Pemkab Gunungkidul dalam pengadaan tanah.

Sebagaimana diketahui, proses perluasan TPAS Wukirsari terjadi 2010 lalu. Saat itu terdakwa telah membuat kesepakatan dengan beberapa warga yang mempunyai tanah di sisi selatan TPAS pada April-Agustus 2009 dengan kelima pemilik tanah yang diwakili tiga orang warga, Sukirah, Giyono Narto Wiyono, dan Sumarno.

Terdakwa sempat menampik disebut sengaja membeli tanah itu agar memperoleh keuntungan dari proses perluasan TPAS. Sebab, proses perluasan baru terjadi pada 2010.

Namun dalam persidangan, terdakwa ternyata terbukti mendapatkan keuntungan pribadi senilai Rp71,4 juta. Besaran keuntungan itu didapatkan setelah terdakwa membeli tanah dari kelima pemilik tanah dengan nilai Rp40.000 per meter persegi.

Namun pada sosialisasi pembebasan tanah pada 4 November 2010, terdakwa mengondisikan kelima pemilik tanah untuk menerima harga tanah senilai Rp60.000 per meter persegi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya