SOLOPOS.COM - Ilustrasi putusan pengadilan (JIBI/Solopos/Dok.)

Harianjogja.com, JOGJA– Penasihat hukum terdakwa Sarjana dalam kasus korupsi pengadaan lahan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Banyoroto Kulonprogo, meradang seusai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (29/10/2013). Pasalnya, majelis hakim dianggap mencari-cari kesalahan kliennya.

Aprilia Supaliyanto, sang pengacara, berharap para hakim yang dipimpin Sri Mumpuni, mengubah pola pikir agar tidak selalu memandang terdakwa pasti bersalah. Menurutnya di dalam persidangan hakim seharusnya menggali fakta-fakta bukan justru mencari-cari kesalahan.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Ia mempertanyakan mengapa selalu berpijak pada Perpres No 36/2005 Pasal (9) ayat (1) yang dijadikan dasar hukum kliennya melakukan tindak pidana korupsi. Sarjana, menurutnya melaksanakan kegiatan berpegang teguh pada ayat (2) yang memperbolehkan pembayaran diwakili pihak lain.

“Saya mencatat ada sekitar 15 kali hakim menyetir saksi dengan mengajukan pertanyaan kemudian dijawab sendiri oleh hakim. Hal ini juga terjadi pada saat para saksi diperiksa penyidik. Ini tidak benar menurut saya,” kata Aprilia.

Dalam persidangan, saksi Lucius Bowo yang saat itu menjadi Camat Nanggulan serta anggota panitia pengadaan mengaku tidak tahu adanya Perpres No.36/ 2005.

Aprilia menganggap saksi tidak tahu regulasi tetapi di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkesan saksi seolah-olah tahu. Jika keterangan di dalam BAP ternyata tidak benar dan diarahkan penyidik, pihaknya bisa menganggap saksi memberikan keterangan palsu.

Keterangannya tersebut tetap dipertahankan Bowo karena merasa saat menjabat sebagai Camat Nanggulan dan anggota tim pengadaan tanah, tidak pernah mengetahui adanya verifikasi tanah.

“Keterangan saksi ini, secara utuh mengutip pasal tujuh dalam Perpres 36/2005 dan dikhawatirkan fakta tidak berasal dari saksi,” tutur Aprilia saat mempertahankan argumennya terus menanyai Bowo mengenai keterangannya di dalam BAP.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Wates Ferdian, meminta penasihat hukum membaca keterangan saksi dalam BAP secara utuh karena menurutnya ada bagian yang tidak dibacakan penasihat hukum dan keterangan tersebut tidak diubah oleh saksi di pengadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya