SOLOPOS.COM - Ilustrasi pengadilan. (JIBI/Solopos/Reuters)

Harianjogja.com, JOGJA—Mantan Asisten Sekretaris Daerah (Assekda) 1 Pemkab Kulonprogo, Sarjono, tak bisa lolos dari jerat hukum, setelah majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja menjatuhkan hukuman penjara satu tahun serta denda Rp100 juta kepadanya.

Dalam sidang yang digelar Senin (6/1/2014), Sarjono dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam korupsi pengadaan tanah untuk tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Banyuroto, Kecamatan Nanggulan, Kulonprogo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 3 UU Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor. Untuk itu majelis hakim menjatuhkan hukuman selama satu tahun penjara denda Rp100 juta subsider tiga bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Tipikor, Sri Mumpuni.

Mumpuni menambahkan, hukuman tersebut dikurangi masa tahanan kota yang telah dijalani Sarjana sejak Maret 2013 lalu.

Sri mengungkapkan, vonis hukuman didasarkan pada pertimbangan yang meringankan serta yang memberatkan terdakwa. Pertimbangan memberatkan yakni karena selama sidang, terdakwa tidak mengakui kesalahannya dan telah melanggar program pemerintah terkait pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Sementara hal yang meringankan terdakwa adalah berlaku sopan dan memiliki keluarga,” kata Sri.

Menanggapi vonis hakim, Sarjana mengaku pikir-pikir. Dirinya mengaku akan berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. “Saya pikir-pikir. Saya juga mempertimbangkan waktu yang diberikan dari majelis hakim,” kata Sarjana yang pada persidangan menggunakan pakaian serba hitam dan berpeci tersebut.

Adapun penasihat hukum terdakwa, Amril Nurman, mengatakan seharusnya kliennya dibebaskan dari segala tuntutan. Hal itu dilakukan karena tidak ada unsur kesengajaan maupun pelanggaran terhadap peraturan perundangan. “Kami menilai putusannya sangat berat. Seharusnya klien kami bebas,” ujarnya.

Menurut dia, alasan penjatuhan hukuman oleh majelis dinilai tidak mengarah pada kerugian negara. Karena, Sarjana yang saat itu menjabat sebagai Assekda tidak bertanggung jawab langsung terhadap pengadaan tanah.

“Jadi tidak ada kerugian negara. Apalagi SK Bupati tentang Pengadaan Tanah tersebut bertolak belakang dengan Perpres 55/1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Umum,” jelasnya.

Di sisi lain, keputusan majelis hakim juga tidak memuaskan jaksa penuntut umum (JPU). Mereka menyatakan pikir-pikir terhadap vonis yang dijatuhkan tersebut.

“Kami pikir-pikir. Apa yang kami tuntutkan adalah pelanggaran terhadap pasal dua kepada terdakwa, tetapi majelis justru menggunakan pasal tiga,” kata JPU, M.Aria Rosyid.

Kasus ini bermula 2006 lalu saat Heribertus dan Sayono bertindak selaku kuasa jual tanah milik warga Banyuroto untuk dijadikan lahan TPAS. Harga tanah sebenarnya hanya Rp97,5 juta, tapi oleh keduanya dijual kepada tim pengadaan tanah sebesar Rp377,8 juta sehingga menyebabkan kerugian negara Rp280 juta.

Akibatnya, terdakwa Sarjana didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) Undang Undang No.31/ 1999 subsider pasal 3 UU No.31/1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya