SOLOPOS.COM - Ahmad Djauhar (FOTO/Ist)

Ahmad Djauhar (FOTO/Ist)

Wartawan Jaringan Informasi
Bisnis Indonesia (JIBI)
Sudah sejauh mana perkembangan praktik korupsi di negeri kita? Jawaban untuk pertanyaan ini ternyata sangat mudah. Sudah sangat jauh dan ke mana-mana. Kalau dulu pernah ada pakar yang menyatakan korupsi di Indonesia sudah pada stadium lanjut, saat ini kita boleh menyebutnya sebagai sangat lanjut.
Ingin tahu jawabannya? Cerita seorang rekan saya ini mungkin dapat menjawab pertanyaan di atas. Suatu hari, rekan yang sedang memperoleh tugas dari kantornya untuk berbelanja peralatan kantor tersebut menuju ke salah satu pusat perbelanjaan mewah di Jakarta.
Segera saja, pramuniaga toko peralatan kantor itu menyambut rekan saya tersebut dengan ramah. Semakin bertanya banyak hal tentang peralatan kantor yang berada dalam daftarnya, rekan saya tersebut pun semakin heran, karena si pramuniaga mampu menyebutkan harga masing-masing peralatan kantor itu di luar kepala. Padahal, anehnya, semua barang di toko tersebut tidak ditempeli label harga.
Karena merasa penasaran, rekan saya tadi bertanya terus terang kepada si pramuniaga tadi, bagaimana dia mampu menghafal seluruh harga produk alat kantor yangberada di tokonya tersebut. Dengan entengnya, si perempuan pramuniaga itu menjawab bahwa karena sudah lama bertugas dan tiap hari bersinggungan dengan berbagai barang di toko yang dijaganya, dia tidak kesulitan menghafalnya.
Rekan saya tadi merasa tidak puas dengan jawaban si pramuniaga, karena rasanya tidak masuk akal bagi seseorang untuk menghafal harga begitu banyak barang dengan tepatnya. Ada perasaan curiga di benak rekan tersebut,”Apa iya dia secerdas itu?”
Rekan saya ini mendesak si pramuniaga untuk menunjukkan daftar harga resmi atas berbagai barang yang dibutuhkannya. Namun, seperti diduga sebelumnya, si pramuniaga mengungkapkan berbagai alasan bahwa daftar harga barangnya ada di lantai manalah…inilah…itulah…dan sebagainya, yang intinya dia tidak mau menunjukkannya.
”Saya ini serius mau berbelanja banyak barang tersebut hlo, Mbak, dan nilainya cukup besar… Saya tidak bisa kalau hanya berdasarkan hafalan sampeyan… Kalau memang tidak bisa menunjukkan daftar harga resmi, lebih baik saya ke toko lain…,” kata rekan saya  tersebut.
Akhirnya, si pramuniaga tadi dengan ogah-ogahan menunjukkan daftar harga resmi yang ternyata disimpannya. Tentu saja, harga berdasarkan ”hafalannya” tadi tidak sesuai dengan apa yang terdapat dalam daftar. Si pramuniaga hanya dapat cengar-cengir menyaksikan ”kecerdasannya” terbongkar.
Dengan iktikad baik, rekan saya pun bertanya terus terang kenapa dia melakukan perbuatan tidak terpuji itu. Si pramuniaga tersebut dengan polosnya mengatakan bahwa dengan cara itulah dia memperoleh tambahan pendapatan karena gaji yang diberikan majikannya hanya pas untuk hidup sehari-hari.
”Kan di Jakarta ini apa-apa serba mahal… Transportasi mahal, kos-kosan yang layak mahal… Saya kan juga butuh menonton, makan-makan, membeli pulsa, elektronik dan sebagainya… Saya tidak punya cara lain untuk memperoleh tambahan pendapatan…”
Rekan saya tadi makin penasaran, dan dia pun bertanya lebih lanjut bagaimana cara si pramuniaga ”mengakali” perbedaan harga tadi dengan pembukuan toko karena struk pembelian tentu saja harus sesuai dengan bukti penerimaan. ”Wah, itu sih soal gampang… Banyak di antara pembeli yang cuek dan kadang tidak mengambil struk… Itulah peluang kami… Ini sudah menjadi hal biasa di antara kami…”

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

Reputasi
Ternyata, untuk mengejar kebutuhan hidup yang layak atau lebih tepat pola hidup konsumtif, siapa pun tega mempertaruhkan reputasinya untuk melakukan praktik korupsi, meski dalam skalanya sendiri. Tentu saja si pramuniaga tadi—dan teman-temannya yang juga mempraktikkan perbuatan nista tersebut—masih berusia relatif muda dan sesungguhnya belum terlalu lama lepas dari bangku sekolah.
Entah berapa banyak orang muda yang juga terjangkiti penyakit korup seperti itu di negeri ini. Apakah fenomena ini terkait dengan semakin meruyaknya praktik korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin kita serta kian permisifnya generasi yang lebih tua terhadap kaum muda?
Bagi kaum muda saat ini, menjadi pejabat dan penyelenggara negara, termasuk di antaranya anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan aparat keamanan, tampak sangat menjanjikan, sehingga sebagian orang tua berani menyuap hingga puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah agar anaknya diterima sebagai orang pemerintahan, karena citra mereka di masyarakat yang sedemikian moncer.
Agak memprihatinkan juga adalah sikap sebagian orang tua yang menyalahkan sistem Ujian Nasional (UN) yang diberlakukan bagi seluruh pelajar dari tingkat SD hingga SMA dan yang setingkat. Alih-alih menyuruh putra-putri mereka belajar keras, tidak sedikit orang tua yang mengupayakan jalan pintas dengan membeli lembar jawaban UN dengan cara tidak sah, agar anaknya lulus UN.
Fenomena jalan pintas inilah yang menjadikan seseorang menjadi tidak terbiasa dengan menempuh usaha, atau dengan kata yang lebih mentereng: ”berjuang”, untuk menggapai apa yang dicita-citakan. Kondisi ini menjadikan masyarakat yang serba-instan: kaya dengan cara instan, lulus sekolah secara instan, menjadi pegawai negeri ala instan, atau menjadi anggota DPR dengan gaya instan pula.
Walhasil, pola hidup seperti ini yang kemudian menjadi panutan segenap anak bangsa. Dalam skala yang lebih besar, fenomena ini jelas mengancam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Siapa yang harus menghentikan dan mengembalikannya kepada kondisi normal?
Tak lain dan tak bukan adalah diri kita sendiri. Sekarang juga, berhentilah berangan-angan bahwa untuk hidup enak tidak perlu kerja keras. Bangsa-bangsa lain—dan orang-orang sebelum kita—sudah membuktikan resep tersebut, bahwa untuk maju haruslah berjuang, tidak ada cara instan.

Ekspedisi Mudik 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya