SOLOPOS.COM - Wali Kota Madiun Bambang Irianto (tengah) berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/11/2016). Bambang Irianto resmi ditahan KPK. (JIBI/Solopos/Antara/Muhammad Adimaja)

Korupsi Madiun, persidangan kasus Bambang Irianto dilaksanakan di Surabaya.

Madiunpos.com, JAKARTA — Persidangan kasus dugaan korupsi yang menyeret Wali Kota Madiun periode 2009-2014 dan 2014-2019 Bambang Irianto akan dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (21/3/2017), menyatakan hari ini dilakukan pelimpahan tahap 2 untuk tersangka BI (Bambang Irianto) ke Penuntut Umum.

Untuk diketahui, pelimpahan tahap 2 artinya jaksa penuntut umum KPK punya waktu maksimal 14 hari untuk menyusun surat dakwaan dan menyerahkannya ke pengadilan.

“Siang ini BI akan dibawa ke Surabaya untuk dipindahkan ke Lapas Medaeng, Surabaya, dan rencana sidang akan dilakukan di pengadilan Tipikor pada PN Surabaya,” tambah Febri Diansyah.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, politikus Partai Demokrat itu diketahui terjerat tiga tindak pidana. “Pelimpahan berkas untuk tiga kasus yang disidik yaitu indikasi turut serta dalam pengadaan atau pemborongan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang,” ungkap Febri.

Dalam perkara tersebut, Bambang dijerat dengan tiga sangkaan. Sangkaan pertama dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) tahun anggaran 2009-2012 senilai Rp76,523 miliar.

Bambang disangkakan pasal 12 huruf i atau pasal 12 B atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan pengadaan dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sangkaan kedua adalah pasal 12 huruf B mengenai penerimaan gratifikasi sebesar Rp50 miliar berhubungan dengan jabatannya selama menjabat sebagai Wali Kota Madiun 2009-2014 dan 2014-2019. Penerimaan uang itu berasal dari pejabat setempat, pihak swasta maupun pengurus asosiasi.

Ia disangkakan pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai penerimaan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Terkait kasus gratifikasi ini, KPK sudah menyita uang Rp6,3 miliar, US$84.000, satu kilo emas batangan, satu ruko di Madiun, lima bidang tanah di Madiun termasuk yang dijadikan kantor DPC Partai Demokrat serta satu bidang sawah seluas 6.350 meter persegi di Jombang.

Sangkaan ketiga adalah pasal 3 atau pasal 4 UU no. 8 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengenai perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dengan ancaman bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Terkait TPPU, ada 30 anggota DPRD Madiun yang sudah mengembalikan uang ke KPK senilai total Rp370 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya