SOLOPOS.COM - Bupati nonaktif Klaten Sri Hartini meninggalkan ruangan seusai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Jateng, Rabu (6/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Korupsi yang dituduhkan kepada bupati nonaktif Klaten Sri Hartini adalah hasil konspirasi untuk mejatuhkan dirinya?

Semarangpos.com, SEMARANG — Sri Hartini mengungkapkan adanya upaya melengserkan dirinya dari jabatan bupati Klaten dengan memanfaatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni dengan menuduhnya melakukan kasus jual beli jabatan serta potongan fee atas dana bantuan keuangan desa di kabupaten yang ia pimpin.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pernyataan itu diungkapkan bupati nonaktif Klaten Sri Hartini dalam nota pembelaan yang disampaikan penasihat hukumnya, Deddy Suwadi, saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (6/9/2017). Sri Hartini kini duduk sebagai pesakitan setelah terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK untuk kasus jual beli jabatan serta potongan fee atas dana bantuan keuangan desa di Kabupaten Klaten.

Walaupun mengungkapkan adanya konspirasi politik di balik OTT terhadap Sri Hartini oleh KPK, Deddy Suwadi tidak menjelaskan secara detail pihak-pihak yang dimaksud dalam pembelaan tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa kliennya sama sekali tidak pernah berpikir atau berniat menerima suap, gratifikasi, ataupun melakukan korupsi.

“Peristiwa itu terjadi karena pengaruh dari orang-orang di sekitar terdakwa yang belakangan diketahui memiliki agenda tertentu untuk melengserkan terdakwa dari jabatan bupati Klaten,” katanya.

Sejak awal sidang, lanjut dia, terdakwa telah mengakui kesalahan dan kekhilafannya karena telah mengikuti kebiasaan buruk dalam pengelolaan pemerintahan di Klaten. “Terdakwa masuk dalam lingkaran tradisi buruk yang berakhir tragis,” tambahnya.

Meski demikian, lanjut dia, berdasarkan fakta persidangan diketahui terdakwa tidak pernah mengambil inisiatif permintaan atau pemberian uang syukuran terkait pengisian jabatan tersebut. Selain itu, terdakwa menurut pengacaranya, juga tidak pernah menentukan besaran uang syukuran untuk pengisian jabatan-jabatan itu.

Sementara itu, Sri Hartini dalam pembelaan pribadinya mengungkapkan mengakui kesalahan dan meminta hukuman seringan-ringannya. Ia mengaku tidak isa terhindari dari lingkungan buruk budaya korupsi yang sudah terjadi di Pemerintah Kabupaten Klaten selama. “Saya tidak bisa menolak kebiasaan yang berlaku selama ini,” ucapnya, berdalih.

Sri Hartini yang baru menjabat selama 10 bulan sebagai bupati Klaten itu juga menyatakan kesanggupannya membantu KPK untuk membongkar kasus korupsi di lingkungan Pemkab Klaten. Sebelumnya, bupati nonaktif Klaten itu dituntut 12 tahun penjara dalam kasus jual beli jabatan serta potongan fee atas dana bantuan keuangan desa di kabupaten tersebut. Selain itu, jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp1 miliar.

Terdakwa kasus korupsi di lingkungan Pemkab Klaten itu dinilai jaksa KPK terbukti melakukan dua dakwaan alternatif yang ditujukan kepadanya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya