SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, KLATEN — Kepala Desa (Kades) nonaktif Sedayu, Kecamatan Tulung, Sugiyarti, dan anaknya yang menjabat Kadus I Desa Sedayu, Nurul Yulianto, divonis satu tahun tiga bulan atau 15 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

Atas vonis tersebut, kedua terdakwa masih pikir-pikir. Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten, Masruri Abdul Aziz, menjelaskan vonis disampaikan saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Rabu (16/1/2019). Keduanya terbukti melanggar Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni satu tahun enam bulan penjara. “Para terdakwa menyatakan pikir-pikir. Dari JPU juga menyatakan pikir-pikir. Untuk sementara kami belum menerima amar putusan lengkapnya seperti apa,” jelas Aziz saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Kamis (17/1/2019).

Sugiyarti dilaporkan warganya ke Kejari Klaten pada 2017 lalu atas dugaan penyimpangan sejumlah proyek dari dana desa dan bantuan keuangan khusus (BKK) 2016. Salah satu proyek yang dilaporkan yakni dugaan mark up pembelian semen untuk betonisasi jalan kampung dan keramik kantor desa dengan kerugian mencapai sekitar Rp100 juta.

Dari sederet proyek yang dilaporkan, Sugiyarti diduga merugikan negara sekitar Rp209 juta. Dalam proses pengusutan kasus tersebut, Kejari juga menetapkan anak Sugiyarti yang menjabat Kadus I Desa Sedayu, Nurul Yulianto, sebagai tersangka.

“Ibunya selaku kades sementara anaknya selaku TPK [Tim Pengelola Kegiatan]. Anaknya yang mengatur keuangan. Dalam kasus ini, Bendahara Desa tidak bisa disalahkan karena dia tidak tahu menahu dan hanya disuruh mencairkan saja,” kata Aziz.

Kuasa hukum kedua terdakwa, Arif, mengatakan ada beberapa hal yang disampaikan saksi dalam persidangan namun tidak terbukti. Termasuk cara menghitung dari Inspektorat terhadap nilai bangunan kemudian dengan hasil kondisi riil ada temuan berbeda.

“Kemudian ada hal-hal yang berkaitan force majeure sudah dilaporkan ke kecamatan tetapi tidak diketahui Inspektorat dan DPUPR padahal sudah disampaikan secara birokrasi. Ada beberapa keuangan tidak disampaikan, berhenti di beberapa orang,” jelas dia saat dihubungi Solopos.com, Kamis.

Arif menjelaskan Sugiyarti dan Yuli saat ini berstatus tahanan kota hingga keputusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Kuasa hukum masih berunding dengan kedua terdakwa soal upaya hukum lanjutan.

“Kami masih ada waktu selama tujuh hari untuk pikir-pikir sebelum inkracht,” jelas dia.

Kasus dugaan korupsi oleh aparatur desa di Klaten tak hanya kali ini terungkap. Sebelumnya, sejumlah kades dan perangkat desa divonis atas dugaan penyelewengan keuangan desa.

Sementara kasus dugaan korupsi oleh aparatur desa yang menuju proses persidangan yakni kasus yang menjerat Kades nonaktif Jotangan, Kecamatan Bayat, Sriyono. Ia diduga melakukan penyimpangan APB Desa Jotangan 2017.

Sriyono sempat menghilang sejak Mei 2018 dan muncul di Kejari Klaten pada 25 Oktober 2018 lalu. “Kades [nonaktif] Jotangan menuju tahap sidang atas dugaan penyelewengan dana desa dan ADD dengan total kerugian ditaksir Rp406 juta dari kegiatan yang tidak dilaksanakan untuk kepentingan pribadi. Pemberkasan sudah selesai memasuki tahap satu. Mudah-mudahan Januari ini sudah memasuki sidang,” kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Klaten, Bondan Subrata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya