SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3/2018). (JIBI/Solopos/Antara/Reno Esnir)

Setya Novanto terancam gagal menjadi justice collaborator dengan terus menyangkal keterlibatannya dalam korupsi e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Sinyal permohonan justice collabolator yang diajukan oleh Setya Novanto bakal ditolak terungkap dalam sidang lanjutan korupsi e-KTP, Kamis (22/3/2018). Padahal, dia sudah menyebut sejumlah nama baru yang dianggapnya menerima uang.

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Hal itu dikarenakan Setya Novanto yang telah mengajukan permohonan tersebut mengaku tidak menerima aliran yang berkaitan dengan korupsi tersebut. Dia bahkan menyebut nama lain seperti Puan Maharani dan Pramono Anung, keduanya politisi PDIP, turut menikmati dana tersebut.

Menurut Ketua Majelis Hakim Yanto, dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Kamis (22/3/2018), seseorang yang mengajukan diri sebagai justice collabolator haruslah orang yang siap memberikan keterangan secara benar agar perkara tersebut menjadi terang benderang. Tidak hanya itu, seorang pemohon juga harus mengakui secara jujur bahwa dia bersalah dalam perkara itu.

Akan tetapi, dalam persidangan, Setya Novanto membantah telah menerima aliran dana korupsi tersebut. Dia juga membantah telah melakukan upaya intervensi atau mempengaruhi proses penganggaran maupun pelaksanaan proyek senilai Rp5,9 triliun itu. Baca juga: Setya Novanto: Puan Maharani & Pramono Anung Terima USD500.000.

“Kehadiran saya dalam pertemuan di Hotel Gran Melia hanya untuk menyampaikan dukungan saya terhadap program pemerintah supaya berjalan dengan sukses,” ujarnya di hadapan majelis hakim.

Meski membantah menerima uang, dia tidak menyangkal telah menerima pemberian jam tangan mewah dari Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dalam persidangan Andi mengatakan bahwa ide pemberian jam itu datang dari Johannes Marliem dan setelah diberikan ke Setya Novanto, jam itu sempat rusak sehingga harus diperbaiki di Amerika Serikat yang menurut kesaksian Marliem, kemudian diambil sendiri oleh Setya Novanto dan istrinya.

Ketika perkara korupso e-KTP mulai diusut oleh KPK, Setya Novanto kemudian menyerahkan jam tangan tersebut kepada Andi Narogong. Dia kemudian meminta adiknya, Vidi Gunawan, untuk menjual arloji tersebut ke kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Baca juga: Sebut Pramono Terima Duit, Setnov Beberkan Percakapan di Hotel Alila Solo.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa dalam rangkaian persidangan korupsi e-KTP, terdakwa Setya Novanto belum memberikan informasi yang signifikan. “Bahkan yang ada adalah berbagai penyangkalan,” paparnya.

Dengan demikian, lanjutnya, jika mengacu pada Undang-undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban, peraturan bersama penegak hukum serta surat edaran Mahkamah Agung tentang justice collabolator, KPK harus mencermati berbagai fakta tersebut sebelum mengambulkan permohonan yang diajukan oleh Novanto.

Dalam mengabulkan permohonan justice collabolator, KPK akan menilai seorang terdakwa telah memberikan keterangan dan bukti bukti yang signifikan. Yang dimaksud signifikan, penyidik dan penuntut umun dapat mengungkap kasus itu secara efektif dengan bukti itu.

Tidak itu, saja, terdakwa pun mesti mengungkap pelaku lainya yang memiliki peran lebih besar atau mengembalikan aset hasil suatu tindak pidana. Atas bantuanya tersebut, maka terhadap terdakwa yang mau bekerja sama, KPK akan mengabulkan permohonannya agar bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam amar putusannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya