SOLOPOS.COM - Ketua DPR Setya Novanto memberikan keterangan kepada wartawan terkait statusnya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Setya Novanto meminta pemeriksaannya oleh KPK terkait kasus korupsi e-KTP seizin Presiden Jokowi.

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan KPK tidak perlu meminta izin Presiden Jokowi untuk memeriksa Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi e-KTP. Pasalnya, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Refly menyatakan hal itu menanggapi langkah Setnov yang melayangkan surat ke KPK bahwa pemanggilan dirinya perlu seizin Presiden. Dalam surat tersebut, Setnov menyertakan ketentuan Pasal 245 Ayat (1) UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Ketentuan itu menyebutkan “Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan”.

Namun, pada Pasal 245 Ayat (3) huruf c disebutkan bahwa ketentuan pada Ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus. “Tidak tepat kalau ketua DPR berlindung di pasal 245 UU MD3, karena baik sebelum atau setelah JR (judicial review) ketentuan izin tidak berlaku untuk tindak pidana khusus,” kata Refly di Kompleks Parlemen, Senin (6/11/2017).

Menurut Refly, korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) termasuk dalam kategori tindak pidana khusus, yang pemeriksaannya tidak memerlukan izin presiden.

“Tidak ada alasan ketua DPR untuk mangkir dari pemeriksaan KPK. Apalagi KPK dalam menjalankan tugasnya berbekal UU khusus yang selama ini dipakai. Sebelum ada UU MD3, UU KPK yang eksis sekarang ini mengatur kewenangan KPK termasuk panggil pejabat publik tanpa harus melalui birokrsi perizinan termasuk presiden,” ujarnya.

Refly menilai, langkah tim hukum Novanto yang membawa-bawa nama Presiden dianggap tindakan tidak tepat. “Sangat blunder, stafnya tidak membaca secara cermat. Tapi terlepas dari perdebatan soal ini Ketua DPR harus berikan contoh baik,” ujarnya.

Setnov kembali mangkir dari panggilan kedua penyidik KPK. Sedianya hari ini, Senin (6/11/2017), dia akan diperiksa sebagai saksi kasus korupsi e-KTP untuk tersangka Anang Sugiana Sudihardjo (ASS), direktur Quadra Solution.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya