SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto menunduk dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

KPK masih mempertimbangan pengajuan Setya Novanto menjadi JC.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto telah mengajukan diri menjadi justice collabolator (JC) terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menjeratnya sebagai terdakwa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Setya Novanto belum bersikap terbuka dan mengakui perbuatannya dalam proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut selama proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Justice collaborator adalah pelaku yang mau bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Jika status JC dikabulkan, terdakwa akan mendapatkan keringanan tuntutan, menjadi pertimbangan hakim menjatuhkan vonis lebih ringan dan kemudahan mendapatkan hak-hak sebagai narapidana nantinya.

Ekspedisi Mudik 2024

“Status JC belum diputuskan, kami masih mempertimbangkan pengajuan yang pernah disampaikan sebelumnya. Namun, perlu juga kami sampaikan ke publik bahwa cukup banyak pertanyaan-pertanyaan tentang apakah orang yang prosesnya cukup sulit dan KPK mengeluarkan DPO diberikan posisi sebagai JC,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (24/1/2018).

Febri menjelaskan orang yang menjadi JC tentu saja harus mengakui kesalahannya dan membuka peran pihak lain seluas-luasnya.

“Sampai saat ini, baik di proses pemeriksaan sebagai terdakwa di persidangan ataupun di proses penyidikan kami belum mendapatkan informasi yang baru dan cukup kuat dari keterangan yang bersangkutan,” kata Febri yang dikutip dari Kantor Berita Antara.

Menurut dia, posisi JC bukan posisi yang dapat diberikan secara mudah karena syaratnya cukup berat dan filosofi dasar menjadi JC adalah bisa mengungkap peran pihak lain yang lebih besar.

“Sebelum mengungkap peran pihak lain dia juga mengakui dahulu bahwa ia adalah pelaku dalam kasus ini,” ungkap Febri.

Febri mengatakan KPK belum memberi keputusan apakah akan menerima atau menolak JC yang diajukan Novanto. Karena, untuk memberikan status JC membutuhkan pertimbangan yang cukup panjang.

“Kami jelaskan ada syaratnya, salah satunya mengakui perbuatannya. Kemudian membuka info seluas-luasnya. Sampai saat ini baik dalam proses pemeriksaan terdakwa di pengadilan atau pun penyidikan, kami belum menemukan info yang baru dan cukup kuat dari yang bersangkutan. Beberapa nama yang disebutkan sebenarnya kami juga punya bukti dan sudah diproses saat ini,” kata Febri dilansir Suara.com.

Dia mengungkapkan lembaganya sudah mengajukan setidaknya dua alat bukti terkait keterlibatan Novanto dalam perkara korupsi e-KTP di proses persidangan,

“Yang pertama, KPK membuktikan pengaruh dan peran dari Setya Novanto dalam pengaturan proyek e-KTP. Itu yang sedang kami buktikan saat ini dan sejumlah saksi dan barang bukti sudah kami ajukan,” tuturnya.

Selanjutnya yang kedua, KPK membuktikan dugaan aliran dana terhadap terdakwa Setya Novanto dengan cara yang sangat rumit dan berlapis.

“Itu yang sedang kami buktikan nanti tentu secara bertahap, kami juga buktikan yang lain seperti kerugian keuangan negara dan pihak-pihak lain yang juga diperkaya dalam kasus ini,” ucap Febri.

Novanto didakwa mendapat keuntungan US$7,3 juta dan jam tangan Richard Mille senilai US$135.000 dari proyek e-KTP.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya