SOLOPOS.COM - Setya Novanto (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

Setya Novanto tak hadir memenuhi panggilan KPK.

Solopos.com, JAKARTA — Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik (e-KTP) pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri, Setya  Novanto, mangkir dari panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (11/9/2017).  Alasannya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu tengah sakit.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sekjen Partai Golkar Idrus Marham di Gedung KPK di Jakarta, Senin, mengatakan gula darah Setya Novanto naik. “Saya barusan dari rumah sakit. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kemarin setelah Pak Novanto berolahraga lalu kemudian gula darah naik setelah diperiksa ternyata implikasi ginjal dan tadi malam diperiksa ternyata juga ada pengaruh dengan jantung,” kata dia.

Idrus menyatakan Setya Novanto telah dirawat inap di Rumah Sakit Siloam Semanggi sejak Minggu (10/9/2017). “Kemarin masuk sampai hari ini berarti menginap,” kata Idrus.

Idrus didampingi oleh perwakilan dari Badan Advokasi Partai Golkar dan tim pengacara Setya Novanto datang untuk mengirimkan surat keterangan sakit dari Rumah Sakit Siloam Semanggi Jakarta kepada KPK.

“Kehadiran kami mengantarkan surat yang dilampirkan serta keterangan dokter dan tentu ada beberapa hal untuk menyampaikan pada KPK bahwa Setya Novanto untuk hadir pada saat ini tidak memungkinkan karena kondisi kesehatan,” ungkap Idrus.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) pada 2011-2012 di Kemendagri, Senin (17/7/2017).

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya