SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/wordpress.com)

Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/wordpress.com)

JOGJA—Sidang lanjutan tindakan pidana korupsi kasus dana tunjangan 33 anggota DPRD Gunungkidul periode 1999-2004 kembali digelar di Pengadilan Negeri Jogja, Selasa(20/11/2012). Mantan Ketua Dewan, Wagiran BA, 72 yang tidak turut menjadi terdakwa dalam kasus itu dipanggil sebagai saksi.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

Dengan berjalan tertatih, Wagiran yang mengenakan baju batik dominasi corak warna coklat lengkap dengan pecis menuju kursi pesakitan. Wagiran juga didampingi seorang anak perempuannya yang turut hadir dalam ruang sidang. Empat tahun lalu, Wagiran menderita stroke dan hingga sekarang ini masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Bethesda.

Sidang dengan berkas No12/pi.sus/ptipikor.jogja tersebut dipimpin oleh hakim Eko Purwanto, dengan beberapa terdakwa diantaranya adalah Untung Nurjaya,Endro Subektio, Supriyo Hermanto dan Amin Muhaimin.

Dalam kondisi tubuh seperti itu, Wagiran berulangkali menjawab lupa ketika Hakim Ketua Eko Purwanto dan Jaksa Penuntut Umum Sigit Kristianto melontarkan sejumlah pertanyaan kepadanya.

“Mengapa tunjangan khusus pengganti PPh (Pajak Penghasilan) bisa muncul,” tanya Eko. Lantas Wagiran berdalih menjawab tidak mengetahuinya,”tidak tahu kapan,”kata Wagiran.

“Lantas mengenai adanya pos tunjangan khusus Bahan Bakar Minyak (BBM) diberikan tunai atau tidak,” lanjut Eko. Bukankah tunjangan tersebut dirapatkan dulu dan kemudian dilaporkan oleh wakil ketua?

Wagiran kembali mengaku tidak mengerti. Dia berdalih, bahwa dirinya tidak tahu jika pos itu diberikan tunai,” Tahunya setelah menerima,”ujarnya.

Bahkan, Wagiran tidak bisa membaca ketika hakim memintanya melihat bukti berkas di meja hakim. Tak hanya itu, pendengarannya sudah mulai sedikit berkurang, sehingga kuasa hukum terdakwa yang jauh dari pengeras suara harus berteriak saat mengajukan pertanyaan.

Tapi Wagiran mengaku, dirinya mengembalikan uang tunjangan tersebut setelah adanya temuan dari BPK pada 2005 dan 2006, bahwa dalam rekomendasinya penerima tunjangan harus mengembalikan karena dianggap merugikan keuangan negara. Pengembalian itu disepakati dalam sebuah rapat Dewan.

Bisa jadi terdakwa

Fahrim Hasyim, seorang kuasa hukum terdakwa, keberatan dengan pengakuan lupa saksi. Ia menduga, saksi sengaja menyembunyikan fakta atau ingin menghindar dari tanggungjawab.”Saksi adalah satu yang tidak terjadi tersangka, padahal sama- sama menerima,”tuturnya.

Ditemui usai sidang, Sigit Kristianto mengatakan, Wagiran dan puluhan anggota lainnya tidak menjadi tersangka karena dengan cepat dapat melunasinya berbeda dengan 33 terdakwa yang hingga ditetapkan tersangka tak juga melunasinya.

Bukankah dengan mengembalikan tidak menghilangkan tindakan pidanannya? Sigit menjawabnya berbelit. Tapi menurutnya, bisa jadi puluhan anggota lainnya juga menjadi terdakwa.”Kemungkinan bisa (jadi terdakwa),”tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya