SOLOPOS.COM - Wajiman, 65, Ketua Paguyuban Gunungsono Rahayu, (dua dari kiri) menunggu waktu bertemu Ketua DPMPTSP Sragen, Yusep Wahyudi, Senin (30/10/2017). (Kurniawan/JIBI/Solopos)

Warga korban WKO yang hendak  menemui Bupati Sragen kecewa karena Bupati sedang dinas luar kota.

Solopos.com, SRAGEN — Sejumlah warga Gilirejo, Miri, Sragen, yang terdampak proyek pembangunan Waduk Kedung Ombo (WKO) 33 tahun lalu kembali mendatangi Sekretariat Daerah (Setda) Sragen, Senin (30/10/2017).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kedatangan mereka untuk menemui Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Mereka bermaksud menanyakan progres upaya Pemkab membantu penyelesaian masalah warga terdampak WKO. “Dua bulan lalu kami ketemu Bu Bupati dan Pak Yusep [Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pint atau DPMPTSP]. Kami serahkan berkas-berkas tanah dan kronologi pembebasan lahan untuk proyek WKO. Tapi dua bulan ini belum ada progress,” ujar Wajiman, 65, Ketua Paguyuban Gunungsono Rahayu, saat diwawancarai wartawan di Setda Sragen.

Namun, Wajiman dan kawan-kawan harus gigit jari lantaran Bupati yang hendak mereka temui sedang ada kunjungan kerja. “Ini akhirnya diarahkan untuk ketemu Pak Yusep karena Bupati sedang di Belanda. Intinya kami hanya ingin meminta informasi perkembangan tuntutan kami,” kata dia.

Wajiman menerangkan warga WKO menuntut pemberian ganti lahan atas penggunaan tanah mereka untuk WKO. Nilai ganti rugi tanah yang dibayarkan pemerintah dulu dinilai jauh dari kata layak. Dia mencontohkan ganti rugi tanah seluas 32.000 meter persegi miliknya hanya sekitar Rp9 juta.

“Kalau dirata-rata kan berarti nilai ganti rugi per meter hanya Rp200. Padahal anggaran per meter persegi saat itu kalau tidak salah Rp3.000 hingga Rp5.000. Kami juga minta ganti rugi uang atas penggunaan lahan selama 33 tahun. Nilai ganti rugi permintaan kami per hektare Rp10 juta per tahun,” imbuh dia.

Wajiman sangat berharap langkah Pemkab Sragen agar tuntutan warga kepada pemerintah pusat dikabulkan. Apalagi jumlah warga yang mengalami perlakuan tak adil selama pembebasan lahan untuk proyek WKO cukup banyak. “Ada lima desa yang ditenggelamkan dulu,” tambah dia.

Wakil Bupati Sragen, Dedy Endriyatno, menyatakan Pemkab sebenarnya sudah mengambil langkah untuk memediasi kepentingan masyarakat dengan pemerintah pusat. Tapi berbagai upaya yang dilakukan terganjal legalitas administratif utamanya bukti hukum kepemilikan atas tanah.

“Bahkan saya juga sudah ketemu dengan Komnas HAM tentang masalah ini. Tapi ya itu, kendalanya di administratif bukti kepemilikan tanah. Karena itu pula yang di Boyolali juga kan belum bisa direalisasikan di lapangan, sampai sekarang. Susahnya di situ sebenarnya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya