SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Salam Perspektif Baru
Kopi bukan hanya sekadar minuman lezat dan beraroma nikmat, di balik itu aktivitas minum kopi juga bisa menjadi  simbol  situasi yang tenang dan damai. Kalau situasi negara aman maka orang bisa dengan tenang pergi ke coffee shop dengan santai. Kita akan membicarakan kopi dengan Irvan Helmi.

Dia adalah Coffee Chief di Anomali Cafe, Juri Indonesia Barista Competition 2009, Manajer Operasional RS Khusus Bedah SS Medika, lulusan Sarjana Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom), mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Fasilkom 2003/2004 dan sekarang sedang menjalani Tesis untuk Master of Public Health di Universitas Gadjah Mada.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Menurut Irvan, memilih kopi seperti kita mencari pasangan sebab preference orang berbeda-beda. Jadi kita tidak bisa mengatakan kopi yang satu lebih enak karena preference orang berbeda-beda. Secara umum, ada dua species kopi yaitu arabica dan robusta. Arabica memiliki rasa yang lebih kompleks karena lebih adaptif terhadap lingkungan tanahnya.

Irvan mengatakan harga kopi robusta di pasar internasional bisa setengah harga dari arabica. Anehnya di Indonesia, walaupun termasuk eksportir kopi terbesar di dunia, tapi sekitar 80% kopi yang diekspor adalah robusta. Berikut wawancara Wimar Witoelar dengan Irvan Helmi.
   
Bagi saya coffee shop seperti merepresentasikan pergaulan budaya tertentu. Orang ke coffee shop belum tentu senang kopi tapi asyik berada di sana dan memberikan satu image. Irvan dan kawan-kawan tidak berawal dari image, tapi mereka memang ahli kopi. Bagaimana awal Anda  menyukai kopi?

Pertama kali saya menyukai kopi dari orang tua. Nenek dan kakek saya kalau membeli kopi sampai ke berbagai pasar untuk memilih kopi Jawa, Bali, dan lain-lain. Saya asli Betawi dan ikut mencari kopi di daerah Cawang, Tanah Abang, dan lain-lain. Itu perjalanan saya semasa kecil. Saat kuliah, kebetulan pada siang hari saya tidur dan malam hari butuh melek (terbangun) karena kebanyakan programmer kebutuhan kopinya meningkat pada saat tertentu.

Anak saya yang bekerja di bidang komputer mengatakan bahwa otak manusia itu adalah suatu alat untuk mengkonversikan kopi menjadi suatu program, betulkah?

Sepakat. Jadi sejak kuliah di bidang programming sampai bekerja memang ditemani kopi. Nah, pertama kali jatuh cinta pada kopi karena ternyata kopi memiliki banyak cerita. Bukan hanya kualitas saja tapi di balik itu ada banyak cerita. Misalnya, cerita sosial yang menanam kopi, upah buruh, komoditi, dan petani kita.

Beberapa bulan lalu saya pergi bersama kawan ke Bondowoso, Jawa Timur. Di sana ada satu contoh kecil proses sosial. Misalnya, pendapatan petani umumnya ditentukan oleh hasil dia tapi ternyata tidak sederhana. Sudah rahasia umum di kalangan pengusaha (trader) kopi bahwa ada sistem ijon. Dalam hal ini ada pengusaha dan petani. Petani butuh biaya hidup selama dia belum panen misalnya Rp 2.000.000 per hektar, atau Rp 2.000.000 per keluarga. Jadi kalau dia mempunyai tiga hektar berarti Rp 2.000.000 dikalikan tiga sama dengan Rp 6.000.000. Uang tersebut untuk membeli pupuk, makanan anaknya, dan lain-lain. Akhirnya yang dikerjakan para trader adalah meminjamkan dana kepada petani dan petani itu harus setuju pada satu nilai harga jual kopi pada saat panen. Jadi pada akhirnya harga ditentukan oleh trader atau si ijon itu.

Jadi itu seperti suatu bentuk venture capital. Namun tentu bukan karena latar belakang sosial tadi yang membuat Anda senang minum kopi dan mengundang kita untuk hadir di coffee house Anda. Apa yang membuat kopi asyik dari segi pergaulan?

Di luar cerita sosial mengenai kopi tadi masih ada banyak lagi cerita. Misalnya, mengenai kualitas kopi. Ini masih terkait Bondowoso, Jawa Timur. Ternyata memang kualitas kopi di sana sangat tinggi. Untuk mengetahui kualitas kopi itu maka pertama kita harus mengetahui karakter kopi yaitu body atau kekentalan dari kopi tersebut. Kedua, aroma kopi. Jarang sekali orang yang tidak suka dengan aroma kopi. Bahkan orang yang tidak minum kopi pun masih suka dengan aroma kopi. Tak hanya itu, Indonesia adalah negara yang memiliki region kopi terbanyak di dunia.

Mana daerah di Indonesia yang kopinya terkenal?

Daerah yang terkenal adalah Sumatera di Lintong sebelah Selatan Aceh, Lampung, Mandailing (Sumatera Utara), di Pulau Jawa ada di Bondowoso (Jawa Timur), lalu di Sulawesi Selatan ada di Toraja-Kalosi, Bali-Kintamani, Papua-Wamena, Flores dan lain-lain.

Apakah memang di Papua ada kopi, siapa yang menanam di sana?

Di Papua, siapa yang pertama kali menanamnya belum bisa dipastikan. Kemungkinan terbesar adalah VOC, para penjajah kita.

Saya  ingin mengetahui mengenai jenis kopi karena yang saya tahu adalah arabica dan robusta. Apa perbedaan dari kedua jenis kopi itu?

Singkatnya begini, arabica dan robusta adalah nama species kopi yang berbeda. Arabica memiliki rasa yang lebih kompleks karena lebih adaptif terhadap lingkungan tanahnya. Jadi kalau arabica ditanam di tanah Sumatera Lintong, Bali dan Jawa maka kopi yang dihasilkan akan menyesuaikan dengan kadar nutrisi di dalam tanahnya. Rasa kopinya akan memiliki kadar asam (acid), dan body tergantung dari nutrisi tanahnya. Kalau robusta tidak sekompleks arabica karena tidak terlalu adaptif, tapi dia tahan terhadap hama. Kita jarang sekali dengar robusta Jawa, robusta Lampung karena rasanya hampir sama. Di luar dari rasa itu ada kadar kafein yaitu kadar yang menstimulasi otak supaya “on”.

Apakah kadar kafein itu sudah ada di kopinya atau suatu zat kimia yang bisa ditambah dan dikurangi?

Itu zat kimia yang sudah terkandung di kopi. Jadi bukan ada sentuhan manusia yang mengurangi dan menambahkannya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya