SOLOPOS.COM - Pekerja menjahit kain untuk dibuat celana dalam serta pakaian bayi di tempat usaha konveksi di Dukuh Tempursari, Desa Tempursari, Klaten, Minggu (28/2/2016). (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Konveksi Klaten sulit berkembang karena tenaga terampil pilih hengkang ke pabrik-pabrik.

Solopos.com, KLATEN – Sejumlah pengusaha konveksi di Klaten kesulitan mengembangkan usaha lantaran banyak tenaga terampil yang memilih pindah tempat kerja.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu seperti yang dirasakan para pengusaha konveksi di Desa Tempursari, Ngawen. Desa Tempursari merupakan salah satu desa sentra industri konveksi di Klaten. Sebagian pengusaha di desa tersebut memproduksi pakaian dalam.

Salah satu pengusaha konveksi warga Tempursari, Fahrudin, 40, mengatakan produknya disetor ke pedagang di Semarang, Ungaran, Salatiga, Magelang, Yogyakarta, serta Purworejo. Omzet dalam sebulan sekitar Rp10 juta.

Fahrudin yang sudah menjalankan usaha konveksi pakaian bayi dan celana dalam sejak 1996 menuturkan salah satu kendala yang dialami para pengusaha konveksi yakni minimnya tenaga terampil.

“Untuk yang usia muda itu, saat awal masuk itu diajari menjahit dulu. Ketika sudah bisa, pindah ke tempat kerja yang lain. Banyak yang lari ke pabrik-pabrik itu. Ya kami tidak bisa menahan mereka untuk pindah kerja,” katanya saat ditemui wartawan di tempat usahanya, Minggu (28/2/2016).

Fahrudin mengatakan saat ini ada delapan orang yang bekerja di tempat usahanya. Mereka berusia lebih dari 40 tahun. Guna menyiasati minimnya tenaga terampil, sebagian pengusaha menitipkan mesin jahit ke warga.

“Pengusaha menitipkan mesinnya ke pekerja yang kini bekerja di rumah sehingga bisa sambil mengerjakan kegiatan rumah tangga. Bahan juga diantarkan ke pekerja ketika ada pesanan. Setelah selesai, baru diserahkan ke juragan di pasar,” katanya.

Pengusaha lainnya, Munir, tak menampik banyak tenaga terampil terutama yang masih di usia produktif memilih pindah kerja ketika sudah mendapatkan keterampilan dari para pengusaha home industry. “Di home industry itu diajari dari awal. Tetapi, ketika sudah bisa banyak yang hengkang ke pabrik-pabrik,” kata dia.

Kondisi itu mulai terasa sekitar lima tahun terakhir ketika banyak pabrik garmen yang berdiri sekitar Klaten. Ia mengatakan pada 1990an, usahanya memperkerjakan hingga 100 orang. Saat ini, jumlah pekerja hanya sekitar 30 orang.

Disinggung jumlah warga yang bergerak di bidang konveksi, Munir mengatakan ada sekitar 85 orang tergabung sebagai anggota koperasi. “Di luar yang ikut koperasi itu masih ada,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya