SOLOPOS.COM - Bambang Ary Wibowo, Wakil Ketua BPSK Kota Solo (FOTO/Istimewa)

Bambang Ary Wibowo, Wakil Ketua BPSK Kota Solo (FOTO/Istimewa)

Awal 2012 ini masyarakat Kota Solo mendapat ”hadiah” kenaikan tarif parkir di tepi jalan umum yang cukup signifikan. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Solo mencatat kenaikan tarif parkir memang cukup fantastis. Kenaikan biaya parkir sepeda motor yang tertinggi mencapai 100%-600%. Sementara kenaikan biaya parkir mobil penumpang/pikap 50%-500%. Kenaikan ini masih ditambah konsumen dikenakan tarif parkir progresif setiap kelipatan satu jam.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

BPSK tidak memiliki wewenang mempersoalkan kenaikan biaya parkir di tepi jalan umum yang begitu besar. BPSK hanya bisa menghimbau agar kenaikan biaya parkir yang cukup fantastis tersebut sekaligus berubahnya pola parkir dengan perhitungan per jam sekali parkir diimbangi dengan pelayanan dan tanggung jawab pelaksana perparkiran mulai dari juru parkir, pengelola parkir serta pemerintah daerah selaku yang bertanggung jawab atas perparkiran di seluruh Kota Solo.

Tulisan ini hanya untuk memberikan gambaran mengapa BPSK Kota Solo bersikukuh bahwa pelaksanaan teknis pemberlakuan tarif parkir di tepi jalan umum 2012 yang mengacu Perda No 9/2011 masih jauh dari optimal. Persiapannya boleh dikatakan tak ada. Ini jelas melanggar ketentuan Pasal 3 huruf (d) UU No 8/ 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Dalam pasal tersebut ditekankan bahwa perlindungan konsumen bertujuan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. Menjadi hak konsumen untuk mengetahui wilayah mana saja yang termasuk zona tertentu parkir di tepi jalan umum berikut tarif yang akan dikenakan. Sekali lagi, seluruh konsumen dan bukan hanya konsumen warga Kota Solo saja yang memiliki hak tersebut.

Salah satu muatan yang harus diatur dalam Perda tentang Retribusi sesuai UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Pasal 156 ayat (3) huruf (c). Pasal ini mengatur tentang ketentuan cara mengatur tingkat penggunaan jasa yang dalam Perda No 9/2011 mendasarkan atas zona tempat, jenis kendaraan, sifat dan waktu penggunaan.

 

Zona Tempat

Bicara zona tempat atau lebih dikenal dengan zonasi area parkir, jelas dalam lampiran Perda No 9/2011 yang ditetapkan pada 25 Agustus 2011 mengatur adanya lima zona area parkir di tepi jalan umum. Mulai dari zona E dengan beban biaya parkir terendah hingga zona A yang kenaikan tarif parkirnya 300%-600%. Sementara waktu, pemerintah daerah belum menerapkan pelaksanaan zona parkir A dan B.

Penetapan wilayah di mana zona C, D dan E diberlakukan ditetapkan dengan ketentuan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika sesuai dengan Peraturan Walikota (Perwali) Solo No 16/2011 Pasal 3 ayat (6) yang ditetapkan pada  23 Desember 2011.

Catatan di atas menunjukkan bahwa dari penetapan Perda No 9/2011 terutama pasal yang mengatur parkir  di tepi jalan umum hingga keluarnya Perwali No 16/2011 memiliki rentang waktu yang panjang, sekitar empat bulan. Mengapa tidak diberi ruang bagi konsumen untuk tahu zona area parkir dalam wilayah tertentu sesuai haknya yang dilindungi oleh UUPK? Dengan terbitanya Perwali hingga penerapan tarif parkir, konsumen hanya diberi ruang untuk mendapatkan sosialisasi hingga mengetahui kurang dari pekan saja.

Sebenarnya cukup mudah bagi Pemkot Solo untuk melaksanakan secara teknis sosialisasi bagi konsumen yang bukan hanya warga Kota Solo yang menggunakan area parkir di tepi jalan umum. Cukup dengan membuat papan petunjuk zona berikut tarif yang harus dibayarkan di lokasi yang ditetapkan. BPSK merekomendasikan agar Pemkot Solo memasang terlebih dahulu papan informasi zona parkir berikut tarif parkir di wilayah yang sudah ditetapkan tersebut.

Sosialisasi seyogianya buka dengan menggunakan karcis parkir yang diserahkan kepada konsumen. Cara ini ”memaksa” konsumen untuk tahu zona-zona parkir tersebut. Selain masih banyak juru parkir yang tidak mau menyerahkan karcis parkir yang menjadi hak konsumen, hal tersebut juga melanggar UUPK karena konsumen tidak mendapatkan informasi sebelum menggunakan barang/jasa.

 

Waktu Penggunaan

Selain zona tempat, hal penting yang seharusnya menjadi perhatian pembuat kebijakan serta pelaksana kegiatan adalah waktu penggunaan. Yang dimaksud waktu penggunaan adalah nilai tarif progresif yang akan dikenakan kepada konsumen atas penggunaan area parkir tersebut sesuai waktu atau lamanya parkir. Dalam Perda No 9/2011 jelas diatur waktu satu kali parkir maksimum satu jam. Kelebihan waktu tersebut dikenakan tarif tambahan yang besarnya 100%.

Namun, fakta di lapangan yang ditemukan BPSK Kota Solo menunjukkan pembatasan waktu penggunaan tempat parkir antara satu lokasi parkir dengan lokasi yang lain bisa berbeda. Ini bisa dibuktikan dengan temuan beberapa karcis parkir dari semua zona yang berlaku yang ternyata mencantumkan satu kali parkir maksimum 12 jam yang dasarnya adalah Perda No 9/2011. Sementara itu, juga ditemukan karcis yang mencantumkan satu kali parkir maksimum satu jam. Jika konsumen diharuskan membayar dua kali lipat dengan alasan lebih dari satu jam sementara potongan karcis parkir maksimum berlaku 12 jam, maka tidak ada kepastian hukum bagi konsumen.

Perbedaan karcis parkir ini jelas salah satu bentuk pelanggaran UUPK. BPSK dapat melakukan tindakan dengan memberikan peringatan atau sanksi kepada UPTD Perparkiran Kota Solo karena BPSK diberi wewenangan oleh UUPK sebagai bagian dari pengawasan klausul baku. Sobekan karcis parkir tersebut bisa menjadi bukti perjanjian yang seharusnya tidak boleh mengandung dualisme yang membuat konsumen rugi.

Lebih ironis lagi saat menerapkan tarif parkir secara progresif. Fakta di lapangan menunjukkan sistem itu tidak disertai sarana penunjang yang memadai. Bagaimana juru parkir tahun kalau sebuah kendaraan sudah menggunakan area parkir lebih dari satu jam? Seharusnya ada alat pengukur waktu yang dapat membantu mengetahui kapan kendaraan masuk dan keluar secara akurat. Penerapan pola progresif tentu berdasar waktu yang dipergunakan hingga hitungan menit, demikian setidak-tidaknya.

Pengamatan saya, hampir semua juru parkir tidak menggunakan jam tangan, setidak-tidaknya sebagai salah satu alat pengukur waktu yang menjadi dasar pemberlakukan ketentuan bagi kewajiban konsumen membayar bea parkir. Bahkan, dari kurun waktu sejak penerapan tarif parkir baru, juru parkir sama sekali tidak mencatat waktu kapan mobil/sepeda motor masuk atau keluar. Mereka hanya menyerahkan sobekan karcis saat pengguan jasa parkir keluar dari lokasi parkir.

Di sinilah terlihat bagaimana penerapan kenaikan tarif parkir pada awal 2012 ini cenderung memunculkan kontroversi karena belum siapnya penanggung jawab perparkiran, dalam hal ini UPTD Perparkiran. Seyogianya jika memang belum siap, sebaiknya tidak dipaksakan pelaksanaannya agar tidak menimbulkan permasalahan baru.

Selain itu, yang seharusnya menjadi perhatian dan prioritas adalah perbaikan manajemen perparkiran yang memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Salah satu di antaranya kebiasaan juru parkir yang baru memberikan karcis jika konsumen akan keluar dari lahan parkir. Hal ini jelas tidak diperbolehkan. Karcis itu tanda bukti bahwa konsumen menitipkan kendaraan. Jika tidak diberi karcis saat memarkir kendaraan, jelas tidak ada kepastian biaya parkir yang bisa dinaikkan seenaknya oleh juru parkir.

Namun, yang sangat penting dan menjadi perhatian BPSK Kota Solo adalah tanggung jawab pengelola parkir jika ada kendaraan dan atau kelengkapan kendaraan yang hilang. Jika melihat Perda No 6/2004 pada penjelasan Pasal 10 huruf (d) yang menetapkan ganti rugi atas kehilangan sebesar-besarnya Rp5 juta, jelas aturan hukum ini bertentangan dengan Pasal 19 UUPK yang tidak memberi batasan kerugian bagi konsumen atas kehilangan barang di tempat parkir.

Jika hal ini terjadi, jelas BPSK Kota Solo akan mengabaikan Perda No 6/2004 tersebut. Selain bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, BPSK merujuk pada yurisprudensi Mahkamah Agung atas tanggung jawab pengelola parkir terhadap kehilangan barang yang menjadi tanggung jawabnya. Sebaiknya UPTD Perparkiran memikirkan solusi atas kemungkinan tanggung jawab pengelola parkir jika terjadi kehilangan dengan membuat formulasi asuransi parkir.



Akhirnya kontroversi perparkiran di Kota Solo pada awal ini 2012 hanya dapat diselesaikan dengan mengedepankan kepastian hukum baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. Dalam hal ini termasuk revisi Perda perparkiran di tepi jalan umum agar tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya