SOLOPOS.COM - Usman dan Harun, personel Korps Marinir TNI AL yang pada masa Operasi Dwikora melakukan aksi penyusupan ke Singapura yang di tahun 1960-an masih menjadi bagian Malaysia dan melakukan serangan bom. (liputan6.com)

Usman dan Harun, personel Korps Marinir TNI AL yang pada masa Operasi Dwikora melakukan aksi penyusupan ke Singapura yang di tahun 1960-an masih menjadi bagian Malaysia dan melakukan serangan bom. (liputan6.com)

Usman dan Harun, personel Korps Marinir TNI AL yang pada masa Operasi Dwikora melakukan aksi penyusupan ke Singapura yang di tahun 1960-an masih menjadi bagian Malaysia dan melakukan serangan bom. (liputan6.com)

Solopos.com, JAKARTA – Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy Studies (Cinaps) Guspiabri Sumowigeno menilai ada tiga agenda Singapura dibalik protes atas penamaan KRI Usman-Harun. “Pemerintah Singapura memiliki tiga agenda nasional yang bisa dipenuhi melalui sikap soal penamaan KRI Usman-Harun,” kata Guspiabri, Selasa (11/2/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Guspiabri menjelaskan pertama adalah Singapura sebagai sekutu Amerika Serikat (AS) sedang mencari perhatian dari negara adidaya itu guna mendapatkan dukungan militer tambahan dengan mengirim pesan sedang terancam oleh kebangkitan militer Indonesia. Ia mengatakan Singapura rajin mencari celah untuk meningkatkan kapasitas militernya melalui dukungannya pada politik global AS. Sebagai negara yang menawarkan diri sebagai penjaga kepentingan AS di kawasan Singapura.

Selain itu katanya untuk mendukung kampanye China Containment, guna membendung pengaruh dari kebangkitan China sebagai superpower dunia dan juga ikut mengirim pasukan mendukung operasi pendudukan yang dipimpin AS di Irak 2003-2008 telah membuahkan dukungan AS bagi Singapura yang amat kuat secara militer. “Pembangunan militer Singapura jauh diatas kebutuhan obyektifnya. Melalui sebuah perjanjian dengan AS, sejak tahun 1990, pangkalan militer Sembawang telah dibuka untuk fasilitas maintenance bagi militer AS,” katanya.

Secara militer lanjut dia Singapura memiliki peralatan militer yang amat lengkap. Singapura secara resmi menyatakan memiliki anggaran pertahanan 4,8 miliar dollar AS pertahun, mempunyai 40 unit F-16, dan beberapa puluh jet tempur lain. “Singapura juga adalah satu-satunya negara Asia yang dilibatkan AS dalam riset pengembangan jet tempur masa depan F-35 yang tak bisa ditangkap radar,” katanya.

Guspi menjelaskan untuk mengamankan wilayah laut yang lebarnya hanya 12 mil laut mengelilingi pulau Singapura, diperkuat puluhan kapal perang, empat kapal selam berteknologi maju, dan masih memesan ke Perancis, 6 kapal Fregat siluman yang tak dapat ditangkap radar. Plus 4 pesawat mata-mata AWACS yang dapat mengawasi seluruh wilayah Asia Tenggara.

Dengan situasi tegang Indonesia-Singapura melalui kasus ini akan dimanipulasi untuk mendapatkan tambahan dukungan militer dari negara adidaya itu karena Singapura sedang dikesankan terancam oleh dua raksasa, Indonesia dan China.

“Ini berarti Singapura sedang mencoba menyusun persepsi internasional bahwa kebangkitan militer Indonesia sama sifatnya dengan kebangkitan militer China yang menjadi ancaman bagi kawasan Asia Tenggara. Hal ini jelas mencederai semangat kerjasama yang sudah baik dalam 40 terakhir ini,” jelasnya.

Kedua lanjut dia Singapura memiliki kebutuhan untuk membangun nasionalisme dan identitas nasionalnya. Nasionalisme dikalangan rakyat Singapura sulit dibangun karena masyarakatnya terkotak-kotak dalam segregasi etnik yang tajam dan fakta bahwa negara Singapura adalah hadiah dari kekuatan kolonial.

“Hal yang terakhir ini membuat Singapura sangat miskin dengan momen-momen heroik historis, dan sejarah konfrontasi dengan Indonesia bisa dikata sebagai aset berharga untuk membentuk nasionalisme orang Singapura,” ujarnya.

Ketiga, ujar Guspi, rezim yang berkuasa di Singapura yang sudah menguasai Pemerintahan sejak awal berdiri negara tersebut mulai terganggu oleh tuntutan demokratisasi. Rezim ini sedang dilanda kerapuhan, karena proses demokrasi yang berlangsung telah direkayasa untuk melestarikan kekuasaannya. Mencegah popularitasnya terus merosot dan mencegah berlanjutnya desakan reformasi politik, memanipulasi friksi dengan pihak asing dijadikan salah satu mekanisme untuk bertahan.

Menurut dia saat berlangsungnya friksi, untuk sementara waktu posisi penguasa kembali menguat. Rekonsolidasi terjadi pada elemen-elemen rezim dan atas nama sentimen persatuan nasional dukungan pada Pemerintah bisa dimobilisasi melalui gerakan massa dan opini publik. Hadirnya musuh bersama dapat mengalihkan arah ketegangan sosial, sehingga gejala krisis politik yang mulai membayang dan memudar, katanya.

“Kita melihat bagaimana pola ini juga digunakan oleh Malaysia yang juga kerap mencari masalah dengan Indonesia. Nampaknya rezim rapuh di Singapura sedang mengikuti jejak rezim sejenis di Malaysia,” katanya. Segenap kekuatan politik demokratis di Tanah Air harus waspada pada kehadiran rezim seperti ini di Singapura dan Malaysia dan mengambil langkah bersama untuk menghadapinya, demikian Guspiabri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya