SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Belum lama sebanyak 49 warga dari sejumlah desa di Tawangsari, Sukoharjo mengalami keracunan makanan seusai menyantap hidangan di sebuah pesta ulang tahun.

Ironisnya kejadian ini hanya salah satu dari sekian kejadian yang terjadi di wilayah Jawa Tengah, dan mungkin di seluruh Indonesia. Berdasarkan data BPOM Semarang, kasus keracunan makanan di Jateng pada 2012 tercatat sebanyak 14 kasus tersebar di 10 kabupaten/kota. Sedang pada 2011 tercatat sebanyak 14 kasus keracunan makanan yang tersebar di sembilan kabupaten/kota.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kasus keracunan lebih sering terjadi karena buruknya sanitasi pengolahan makanan. Biasanya itu terjadi karena selama proses pengolahan, ada bahan yang tidak higienis atau bahkan kedaluarsa. Persaingan di bidang industri makanan, terkadang membuat para pelaku bisnis bertindak kurang bijak demi mengejar pendapatan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang mungkin dialami konsumen.

Tidak hanya para produsen makanan, pelaku bisnis di bidang lain terkadang tak jauh berbeda atau melakukan hal yang sama. Mereka membuat atau menawarkan barang atau jasa dengan kualitas di bawah standar atau bahkan melanggar ketentuan hanya demi mendapatkan keuntungan berlipat ganda.

Konsumen tidak bisa hanya menunggu atau mengandalkan penerapan regulasi resmi dalam pemilihanu, pengawasan atau pemanfaatan  barang atau jasa. Sebagai konsumen sudah saatnya konsumen harus lebih cermat, teliti dan cerdas.

Untuk menjadi konsumen cerdas tidaklah terlalu rumit. Beberapa kiat yang selalu disosialiasikan Kementerian Perdagangan setidaknya bisa menjadi pegangan setiap konsumen.

Kementerian Perdagangan,  menjelaskan untuk menjadi pembeli yang cerdas konsumen setidaknya harus memiliki kiat-kiat antara antara lain:

1. Menegakkan hak & kewajiban sebagai konsumen
Konsumen harus kritis dan berani memperjuangkan haknya apabila barang/jasa yang dibelinya tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan tidak sesuai dengan diperjanjikan, tetapi konsumen juga harus mengerti kewajibannya sebagaimana tercantum pada UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsumen).

2. Teliti sebelum membeli
Konsumen harus selalu  teliti atas barang dan/atau jasa yang  ditawarkan/tersedia dipasar. Minimal secara kasat mata dapat digunakan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari barang dan/ atau jasa tersebut, dan bila kurang jelas/paham, dapat menyampaikan untuk bertanya atau untuk memperoleh informasi atas barang dan/atau jasa  tersebut.

3. Perhatikan label, MKG, dan tanggal kedaluarsa
Konsumen harus lebih kritis untuk mengetahui kondisi barang dan/atau jasa, khususnya atas barang makanan, minuman, obat dan kosmetik, dalam keadaan terbungkus yang disertai label. Dalam label dicantumkan antara lain : komposisi, manfaat aturan pakai, Perhatikan masa kadaluarsa agar berhati-hati terhadap barang yang masuk kedalam tubuh atau yang digunakan diluar/atas tubuh. Karena barang tersebut sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan dan masa berlaku.

4. Pastikan produk sesuai dengan standar mutu K3L
Konsumen harus mulai akrab dengan produk bertanda SNI. Produk bertanda SNI lebih memberikan jaminan kepastian atas kesehatan, keamanan dan keselamatan konsumen, bahkan lingkungannya (K3L).

Penegakkan Hukum

Terkadang, konsumen yang merasa dirugikan tidak ingin memperpanjang masalah karena merasa hal itu akan sia-sia belaka apalagi bila kerugian yang dialaminya tidak terlalu signifikan. Padahal sebenarnya pemerintah sudah mulai serius memikirkannya dengan  mengoptimalkan peningkatan penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen dan metrologi legal. Terakhir, pada awal Januari 2013, Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan bersama dengan Kepala Bareskrim POLRI Irjen Pol Sutarman, dan disaksikan oleh Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menandatangani Nota Kesepahaman terkait hal tersebut.

Pada kesempatan tersebut dilakukan juga penandatanganan Nota Kesepahaman antara Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nus Nuzulia Ishak dengan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang juga selaku Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Lucky S. Slamet tentang Kerjasama Pengawasan Barang Untuk Produk Non Pangan, Pangan Olahan, dan Pangan Segar.

Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan barang beredar meliputi produk non pangan, pangan olahan, dan pangan segar khusus dalam rangka melindungi konsumen.

Selain untuk perlindungan konsumen, kerja sama ini diharapkan bisa sebagai antisipasi agar barang-barang yang beredar di wilayah Indonesia memenuhi kaedah keselamatan, keamanan dan kesehatan serta lingkungan hidup dan layak digunakan, dimanfaatkan, serta dikonsumsi oleh masyarakat. Jika masyarakat terlindungi, produsen pun akan semakin terpacu untuk hanya membuat barang atau jasa yang bermutu. Dan jika semua ini bisa berjalan dengan selaras, bukan tak mungkin bangsa ini akan menjadi bangsa berkelas. Semoga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya