SOLOPOS.COM - Pendiri Kain Lukis Nasrafa, Yani Mardiyanto menunjukkan produk fesyen lukis miliknya di di Sentra Industri Kecil Menengah (IKM) Semanggi Harmoni, Solo, pada Senin (6/2/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Pendiri Kain Lukis Nasrafa, Yani Mardiyanto, mengungkapkan konsistensi dan komitmen selama 11 tahun membuat usahanya itu tetap eksis dan bahkan merambah pasar internasional.

Yani menguraikan usaha dengan spesifikasinya di bidang fesyen lukis sejak 20 Januari 2012 membutuhkan kerja sama yang kuat. Ia bersama enam orang pelukisnya harus mengombinasikan konsep idealisme dan industrialisasi sehingga membawa Nasrafa semakin berkembang.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Nasrafa dulunya mempunyai produk awal berupa jilbab lukis selama dua tahun merintis. Kemudian saat ini, mereka mempunyai 16 produk inovasi untuk memenuhi kebutuhan market lokal dan global, seperti syal, kaftan, topi, tas, payung, dan lainnya yang semuanya dilukis.

“Jadi karya tetap idealis tapi pola manajemennya industri, serta ada komitmen antarmasing-masing sumber daya manusia [SDM),” ujar Yani, saat ditemui Solopos.com, di Sentra Industri Kecil Menengah (IKM) Semanggi Harmoni, Solo, pada Senin (6/2/2023).

Selain konsisten dan komitmen, ia mengedepankan komunikasi pada setiap pembuatan produknya dengan para pelukisnya. Serta tetap menjaga kualitas produknya dengan rahasia cat tekstil yang masih ia simpan selama ini.

“Walaupun ada idelisme dari para petani, tapi sudah komitmen dengan teman-teman terkait target waktu, harus on-time, ini yang sulit. Jadi misalnya harus mengerjakan motif ini dalam sehari, motif diserahkan ke pelukis namun, ada komitmen masalah waktu, yaitu sehari harus jadi,” ujarnya.

Bukan hanya menjaga kualitas produk, usaha tersebut juga harus didukung market, administrasi, legalitas, dan SDM. Hal itu dibuktikan Nasrafa yang mampu memperoleh penghargaan Siddhakarya dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada 2020. Tak hanya itu, Nasrafa juga meraih penghargaan Paramakarya dari  Presiden Joko Widodo pada November 2021, dan mendapat penghargaan dari ASTRA Group sebagai UKM terbaik 2021.

Sebelumnya, pada 2016 Nasrafa mendapat Sertfikat Grade A Ready to Export dari Dirjen Pengembangan Export Nasional Kementerian Perdagangan. Yani menguraikan produktivitas Nasrafa tersebut diperoleh dari usaha yang berintegritas, produk yang bermutu, packing-nya yang marketable, legalitas yang lengkap, marketing jitu, SDM yang solid, administrasi bagus, dan lokasi yang respresentatif.

“Semua hal tersebut harus terkaver, sehingga sesulit apapun, gimana caranya tetap berpegang pada komitmen. Konsisten menjadi tim. Dari menjaga produk dan market mulai dari komunikasi produk, maintance market, inovasi market dan inovasi produk, banyak yang kami kerjakan,” ujar Yani.

Yani pernah mengalami Nasrafa tidak mendapatkan order, sehingga inovasi produk diperlukan, ditambah dengan inovasi market. Saat ini Nasrafa juga tengah mengembangkan kombinasi kain ecoprint lukis.

“Kebetulan kami ada fasilitasi sembilan outlet dari pemerintah sebagai UKM berprestasi, misalnya di Bandara Ahmad Hani, Bandara Jogja Internasjonal, Rest Area Salatiga, Lawang Sewu, di Jakarta, di Solo ada tiga tempat, di MPP [Mal Pelayanan Publik], DPRD Corner, dan di IKM Semanggi,” terang Yani.

Sebelum tersebar di Indonesia, Yani menguraikan awal dirintis hingga 2018 ia hanya memproduksi secara rumahan, di Kampung Petoran, Jebres, Solo. Kini produknya juga laku di pasar Prancis, Rusia, Amerika Serikat, Kanada, dan Singapura.

Yani juga tengah menjajal pasar baru, di Bangkok, Manila, dan Jepang untuk semua produk miliknya, terutama produk syal lukis. Untuk menggaet pasar internasional, Yani mengungkapkan paling efektif melakukan promosi di pameran berskala nasional, ataupun bisa dari media sosial.

Nasrafa tidak memiliki kapasitas produksi tetap, melainkan tergantung permintaan customer dan jenis barang yang dipesan. Namun, untuk enam pelukis dalam sebulan bisa memproduksi 1.000 jilbab lukis atau 300 payung lukis. Produk Nasrafa berkisar antara puluhan ribu dan jutaan rupiah, tergantung kerumitan, waktu, dan bahan. Misalnya jaket kulit lukis bisa dihargai 200 US$, untuk jilbab lukis paling murah dihargai Rp80.000/buah.

Berdirinya Nasrafa ini dilatarbelakangi adanya kepedulian Yani terhadap para pemuda di Kota Solo dan sekitarnya yang mempunyai bakat melukis tetapi kurang tersalurkan dan terwadahi. Akhirnya Yani membuat suatu wadah dengan nama Nasrafa. Ini merupakan akronim dari nama anaknya. Nasrafa kemudian menjadi tempat menyalurkan serta mengembangkan bakat dan talenta anak-anak muda di kawasan rumahnya.

Ide awalnya ini, ia dapat dari seringnya berdiskusi ketika ia menjabat menjadi karang taruna di daerah setempat. Yani mengaku memang menyukai bidang kesenian, misalnya menulis naskah, sutradara, dan lain-lain.

Dulunya ada puluhan pelukis yang tergabung bersamanya di Nasrafa, namun pelukis tersebut silih berganti hingga tersisa dua pelukis awal dari 2012 lalu. Yani merupakan Sarjana Akuntansi, yang sebelumnya bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan. Namun ia menemukan titik jenuh dan memutuskan banting setir dan ingin menjadi lebih berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya