SOLOPOS.COM - Seorang anak memang anak penyu atau tukik yang akan dilepas di Pantai Trisik, Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo, Minggu (18/9/2016).(Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Konservasi hewan perlu mendapat perhatian banyak pihak.

Harianjogja.com, KULONPROGO — Tukik tidak bisa terlalu lama berada di tempat penangkaran. Mereka mesti dilepas dan belajar bertahan hidup di alam bebas maksimal dua bulan setelah menetas.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

(Baca Juga : KONSERVASI HEWAN : Begini Gambaran Perbaikan Konservasi Penyu Trisik)

“Bu, kakinya gerak-gerak!” seru Marvel Putri kepada ibunya. Gadis tujuh tahun itu sedang memegang seekor anak penyu atau tukik dengan jempol dan jari tengah tangan kirinya. Butuh waktu cukup lama buat Marvel untuk meyakinkan diri sendiri jika tukik itu tidak akan melukainya. Dia akhirnya berani mengangkat si tukik setelah sesekali mencolek bagian tempurung saja.

Marvel dan ibunya yang bernama Saminem datang ke Pantai Trisik di wilayah Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo, Minggu (18/9/2016) pagi. Warga Desa Wahyuharjo, Lendah, Kulonprogo itu mengaku mendapatkan informasi mengenai pelepasan tukik di pantai tersebut. Menurut dia, kegiatan itu bisa menjadi kesempatan yang baik untuk mengajarkan seputar pelestarian satwa kepada anaknya. “Rumah saya juga kebetulan tidak begitu jauh dari sini,” kata Saminem.

Seorang anak memang anak penyu atau tukik yang akan dilepas di Pantai Trisik, Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo, Minggu (18/9/2016).(Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)


Seorang anak memang anak penyu atau tukik yang akan dilepas di Pantai Trisik, Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo, Minggu (18/9/2016).(Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Sekitar pukul 09.00 WIB, apa yang dinanti Marvel, Saminem, dan puluhan warga lain akhirnya dilaksanakan. Sebanyak 10 ekor tukik dilepaskan di tepi pantai. Begitu keluar dari baskom, beberapa tukik tampak kesulitan menggerakkan kaki-kakinya di atas pasir. Namun, ombak terus datang dan membantu mereka lebih cepat bertemu lautan dan bisa berenang. Tukik-tukik berusia sekitar 40 hari itu pun resmi memulai hari pertamanya bertahan hidup di alam bebas, bukan tempat penangkaran lagi.

Ketua Kelompok Konservasi Penyu Abadi, Joko Samudro mendampingi langsung seremonial pelepasan tukik yang menjadi bagian dari kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) oleh mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM). Dia mengatakan, total tukik yang bakal dilepas hari itu berjumlah 100 ekor. Sebanyak 90 ekor sisanya masih menunggu giliran hingga sore hari. Suhu udara dan air pada sore hari dinilai lebih bersahabat bagi anak-anak penyu. “Tukik kondisinya masih lemah. Kalau dilepas pagi lalu kena panas matahari, dia bisa cepat mati. Kalau sore, suhunya tidak banyak berubah karena langsung menuju malam hari,” jelas Joko.

Joko memaparkan, tahun ini ada sekitar 700 ekor tukik yang telah diselamatkan dari sejumlah sarang telur penyu di Pantai Trisik. Upaya pelepasan dilakukan secara bertahap sejak Mei kemarin. Setidaknya sudah ada 400 ekor yang diantarkan pulang ke lautan. Mereka memang tidak boleh berlama-lama di tempat penangkaran, yaitu maksimal dua bulan. Jika lebih dari itu, tukik semakin rawan terkena penyakit jamur dan mati.

Namun, lautan juga bukan tempat yang sepenuhnya aman. Joko mengungkapkan, hanya 10 persen yang diperkirakan berhasil tumbuh dewasa dan kembali ke daratan untuk bertelur. Hal itu karena waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh hingga menjadi seekor induk penyu terbilang lama, yaitu 20 tahun. Banyak yang gagal bertahan dalam kurun waktu tersebut, terutama dari ancaman predator.

Ada beberapa jenis penyu yang dulu mendarat di wilayah pesisir Kulonprogo untuk bertelur, seperti penyu hijau, belimbing, dan lekang. Namun, penyu yang datang semakin sedikit seiring dengan semakin ramainya wisata pantai. Menurut Joko, penyu itu sangat pemalu. Mereka tidak jadi bertelur jika ada orang yang melihat. Jenis yang diketahui bertelur di Pantai Trisik saat ini pun hanya tinggal penyu hijau.

“Kemungkinan karena banyak yang ditangkap manusia untuk konsumsi. Batok penyu juga biasanya dijadikan hiasan,” ujar Joko.

Sementara itu, salah satu mahasiswa KKN UGM, Aulia Madiarinda mengatakan acara bertajuk “Sehari bersama Penyu” diramaikan dengan berbagai subkegiatan. Selain pelepasan tukik, ada pula senam bersama, lomba mewarnai, serta penyuluhan dan edukasi terkait pelestarian penyu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya