SOLOPOS.COM - Para pemulung mengumpulkan sampah yang belum dipilah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul. (JIBI/HarianJogja/Gigih M. Hanafi)

Konflik TPST Piyungan belum menunjukkan titik temu.

Harianjogja.com, BANTUL — Kapasitas Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Piyungan sudah overload alias kelebihan beban. Belum selesainya persoalan harga tanah mengganjal perluasan area TPST.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

(Baca Juga : KONFLIK TPST PIYUNGAN : Harga Lahan Ganjal Perluasan)

Kepala Seksi Pengelola TPST Piyungan Sarjani mengatakan, kapasitas tempat pembuangan akhir itu sejatinya sudah tidak layak menampung sampah sejak 2012 lalu. Namun karena TPST tak kunjung diperluas, kelebihan beban itu terus berlangsung sampai sekarang.

Ekspedisi Mudik 2024

“Sesuai kajian itu sudah penuh sejak lama  sejak 2012. Sekarang ini sudah umplek-umplekan [penuh sesak],” ungkap Sarjani ditemui di TPST, Kamis (15/9/2016).

Kelebihan beban sampah itu menimbulkan berbagai persoalan dan menyebabkan biaya tinggi dalam pemeliharaan TPST. Antara lain persoalan gunungan sampah yang menutup badan jalan di sekitar TPST saat hujan deras lantaran area pembuangan sudah berjubel sampah.

Belum lagi persoalan kebersihan seperti munculnya lalat di mana-mana dan bau tak sedap menyengat di lingkungan TPST. Untuk menanggulangi sejumlah persoalan itu, pemerintah terpaksa mengurug atau menutup sampah dengan tanah lalu memadatkannya dengan alat berat untuk mengurangi bau serta memaksimalkan kapasitas TPST.

Dalam sebulan, tidak kurang 5.000 kubik tanah urug digelontorkan ke TPST Piyungan seluas sepuluh hektare. “Urug tanah 5.000 kubik itu saja baru dimulai 2015. Jadi, nanti mana wilayah dataran rendah diurug tanah dan dipadatkan jadi bisa muat tempatnya,” papar dia.

Alat Berat Minim & Tak Layak Pakai

Persoalan kata dia bertambah dengan kondisi alat berat yang minim dan tidak layak operasi. Penglola TPST memiliki delapan armada yang digunakan untuk mengurug sampah. Yaitu tiga truk, satu unit excavator serta empat unit buldozer.

“Itu saja alatnya sudah tidak layak sebenarnya, harus terus diperbaiki. Alatnya saja buatan 1997 sudah tua,” imbuh dia.

Ia berharap perluasan TPST Piyungan segera terlaksana. Selama ini kata dia, upaya Pemerintah DIY memperluas kawasan TPST terganjal harga lahan. Pemerintah mengincar 2,5 hektare lahan di sebelah utara TPST saat ini. Namun negosiasi harga jual lahan dengan warga setempat belum selesai. Pemerintah DIY melalui Dinas Pekerjaan Umum memulai upaya pembebasan lahan pada 2015.

(Baca Juga : TPST PIYUNGAN : Buang Sampah ke TPST Piyungan Harus Bayar, Bantul Siapkan Anggaran)

“Warga maunya satu meter tanah dibayar dengan satu gram emas sekitar Rp500-an ribu. Belum lama ini baru saja dilakukan sosialisasi pembelian lahan ke warga,” paparnya lagi.

Terpisah, Ketua Kelompok Pemulung TPST Piyungan Maryono mengungkapkan, dampak buruk TPST overload dirasakan pemulung dan warga yang tingga di sekitar TPST. “Kalau sudah hujan, sampah ini ke mana-mana. Belum lagi muncul persoalan bau dan lalat,” ungkap Maryono.

Sedangkan pemulung kata dia kini kesulitas mencari sampah lantaran harus berpindah-pindah lokasi. Truk pembawa sampah yang datang tidak membuang  bebannya di satu titik, namun menyebar dan berpindah-pindah tergantung ada ruang yang tersedia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya