SOLOPOS.COM - Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Pol. Dedy Rianto (kiri) bersama dengan sejumlah polisi lainnya meninggalkan gedung KPK di Jakarta, Jumat (5/10/2012) malam. Kedatangan sejumlah anggota polisi Bengkulu serta dari Polda Metro Jaya ke gedung KPK untuk menjemput paksa Kompol Novel Baswedan, yang dikenai tuduhan melakukan penganiayaan saat bertugas sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal di bengkul tahun 2004 silam. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Pol. Dedy Rianto (kiri) bersama dengan sejumlah polisi lainnya meninggalkan gedung KPK di Jakarta, Jumat (5/10/2012) malam. Kedatangan sejumlah anggota polisi Bengkulu serta dari Polda Metro Jaya ke gedung KPK untuk menjemput paksa Kompol Novel Baswedan, yang dikenai tuduhan melakukan penganiayaan saat bertugas sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal di bengkul tahun 2004 silam. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

BENGKULU – Sejumlah aktivis reformasi 1998 di Bengkulu mempertanyakan tindakan sejumlah perwira Polda Bengkulu yang berusaha menangkap Kompol Novel Baswedan, penyidik di kantor KPK di Jakarta pada 5 OKtober 2012.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kami mempertanyakan, banyak kasus besar di Provinsi Bengkulu, mengapa Polda lebih mengutamakan kasus salah tembak sejak delapan tahun lalu, apalagi pihak keluarga menyatakan tidak pernah melapor. Kami merasa miris atas tindakan polda Bengkulu,” kata aktivis reformasi Dediyanto yang saat ini aktif di Kantor Bantuan Hukum Bengkulu (KBHB), Minggu. Ia mengatakan kasus Kompol Novel yang kembali diungkit Polda Bengkulu mengundang tanda tanya besar dan tidak dapat lepas dari posisinya saat ini yakni penyidik KPK dan tengah menyidik kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri.

Untuk memperjelas hal tersebut, para aktivis reformasi dan mahasiswa Bengkulu kata dia berencana menggelar aksi simpatik di Polda Bengkulu pada Senin (8/10/2012) untuk meminta kejelasan dari Polda Bengkulu. Keterangan pers Polda Bengkulu pada Sabtu (6/10/2012) yang menyatakan bahwa ada dua korban yang melaporkan kasus tersebut menurutnya perlu dibuktikan dengan menghadirkan keduanya untuk membenarkan pernyataan tersebut.

“Sebaiknya kedua korban yang melapor itu bisa berbicara langsung kepada media supaya tidak ada dugaan jika ini hanya rekayasa kepolisian, yang bertujuan hanya ingin menanggalkan jabatan Novel Baswedan sebagai penyidik KPK yang sedang mengusut kasus yang melibatkan petinggi Polri,” terang Dediyanto.

Pengamat hukum dari Universitas Bengkulu, Prof Juanda juga mempertanyakan sikap Polda Bengkulu yang membuka kasus yang sudah lama ditutup sejak 2004. Ia mempertanyakan apakah dalam waktu delapan tahun tidak cukup bukti untuk menjerat Kompol Novel Baswedan jika terbukti bersalah.

“Perlu dipertanyakan apa yang menjadi latar belakang Polda Bengkulu dalam hal ini. Semua pasti bingung apa latar belakang dari ini semua, tapi kita tidak bisa menduga-duga terlalu jauh karena yang bisa menjawabnya hanya pihak kepolisian itu,” katanya. Ia menegaskan seharusnya Polda selaku penegak hukum harus memandang sebuah kasus dengan mengunakan prinsip-prinsip hukum, dan tidak dibenarkan membawa kepentingan pribadi atau atas dasar lainnya, yang akan menyebabkan hukum menjadi tidak murni.

Selain itu, ia juga mempertanyakan sikap keluarga korban, Erwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi melalui penasehat hukumnya Julisman yang baru melaporkan kasus tersebut terhitung pada 1 Oktober 2012 padahal kejadiannya 18 Februari 2004. Kabid Humas Polda Bengkulu AKBP Hery Wiyanto didampingi Wakil Direskrimum Polda Bengkulu AKBP Thein Tabero dalam keterangan pers di Polda Bengkulu, Sabtu (6/10/2012) mengatakan dua korban bernama Erwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi melaporkan tindak pidana umum tersebut pada 1 Oktober 2012.

“Dua orang korban ini melapor melalui kuasa hukumnya tentang dugaan penganiayaan oleh Kompol N dan kami sudah menggelar prarekonstruksi,” kata Wakil Direskrimum Thein Tabero. Ia mengatakan laporan dua dari enam korban penganiayaan yang dilakukan pada 2004 itu adalah mereka yang masih hidup dan bukti proyektil peluru sudah diambil dari kaki korban melalui operasi betis kiri.

Sebelumnya, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Pol Dedy Irianto berniat menahan Novel dengan mendatangani Kantor KPK Jumat (5/10/2012). Tindakan ini mendapat sorotan dari berbagai pihak karena dianggap sebagai upaya pelemahan KPK yang tengah menangani dugaan korupsi yang melibatkan petinggi Polri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya