SOLOPOS.COM - Ketua Umum PSSI periode 2015-2019 La Nyalla Mattalitti (kanan) dan Ketua PSSI periode 2011-2015 Djohar Arifin (kiri) memberikan keterangan pers seusai KLB PSSI di Surabaya, Sabtu (18/4/2015) (JIBI/Solopos/Antara/Zabur Karuru)

Konflik Menpora-PSSI mulai memasuki babak baru setelah la Nyalla menuduh Djohar Arifin.

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Umum PSSI 2011-2015, Djohar Arifin, membantah tudingan La Nyalla Mattaliti soal gajinya dan kerugian yang dialami PSSI.  Djohar akhirnya menjelaskan semua persoalan yang telah disampaikan mantan wakilnya itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dikutip dari Okezone, Senin (6/7/2015), La Nyalla Matalitti dengan terbuka menyampaikan kepada awak media yang berkumpul di acara Suporter Bertanya? PSSI Menjawab, mafia sepak bola berkumpul di Kemenpora.

Maksud pernyataan tersebut terkait kerugian finansial yang saat ini dialami PSSI akibat pembekuan yang diberikan Kemenpora, yang berujung kepada penjelasan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) yang masuk ke PSSI.

“Ada dana APBN yang masuk Rp400 juta, itu hanya numpang lewat. Itu kegiatannya Djohar Arifin Husin sama Edi Nurinda. Tanya sama mereka yang mengerti,” ucap La Nyalla.

Dalam acara sebuah diskusi Suporter Bertanya? PSSI Menjawab yang dilakukan oleh sekelompok suporter FDSSI dan YNM , pada Minggu (5/7/2015) kemarin, La Nyalla mengatakan Djohar menerima gaji sebesar Rp 50juta sebulan. Tak hanya itu, pria asal 64 itu juga dituding telah menerima dana APBN dari pemerintah.

PSSI juga disebutnya saat ini tengah dalam kondisi keropos, karena mengalami kerugian yang sangat besar. La Nyalla mengklaim keuangan PSSI minus Rp17 miliar, ditambah utang kegiatan dengan MNC Group sebesar Rp21 miliar.?

Menanggapi tudingan tersebut, Djohar menjelaskan satu per satu, uang sebesar Rp50 juta yang diterima setiap bulan adalah sebuah intensif yang sudah ditetapkan sejak awal kepemimpinanya.

“Mengurus PSSI tak bisa sambilan, harus full time. Anda bisa lihat saya terus ada di PSSI untuk menangani semuanya, semua kegiatan saya tinggalkan. Presiden FIFA, Sepp Bleter, juga digaji, kita berusaha profesional. Bantuan itu ada sejak awal priode saya ditetapkan pengurus. Namanya insentif ditetapkan tahun 2011, termasuk penetapan itu insentif untuk Sekjen, Waketum, Bendahara dan lain-lain, beber Djohar, seperti dilansir Detik, Senin.

Djohar juga membantah PSSI mengalami kerugian. Sebab, menurutnya pada saat KLB di Surabaya 18 April lalu di depan anggotanya PSSI memberitahukan laporan keuangannya yakni dalam kondisi surplus sebesar Rp4,6 miliar.

“Pada kongres dilaporkan, PSSI surplus Rp4,6 miliar. Ini bisa dilihat dari laporan keuangan yang disampaikan ke peserta kongres.”

Djohar menambahkan soal hak siar yang didapatkan PSSI yang salah satunya dari Timnas U-19, dia mengaku tidak tahu sama sekali lantaran semua kontrak dengan stasiun televisi itu tidak ditangani olehnya, melainkan oleh La Nyalla.

“Semua kontrak ditangani Nyalla, saya kadang tidak diberi tahu. Sudahlah, soal keuangan lebih baik tanya kebagian keuangan. Sayang pahala puasa saya. Semoga pahala-pahala dia dikirim Allah ke saya dan semoga semua dosa saya dikirim Allah ke dia, Amin,” pungkas Djohar.

Sebagaimana diberitakan Solopos.com sebelumnya, Djohar Arifin beberapa waktu memenuhi undangan dari Menpora Imam Nahrawi untuk duduk bersama membahas kondisi sepak bola Indonesia saat ini.

Namun sikap Djohar tersebut malah dinilai melanggar kode etik karena telah berani menemui Menpora tanpa komunikasi lebih dulu dengan PSSI dibawah La Nyalla.

Atas tindakannya itu, Djohar dipanggil oleh Komite Etik PSSI untuk disidang. Namun, pada sidang pertama dia memilih tak hadir. Djohar diancam akan dikucilkan dari dunia sepak bola Indonesia.

Djohar Arifin tak luput dari kontroversi sewaktu memimpin PSSI. Ia terpilih pada Kongres Luar Biasa di Solo pada 9 Juli 2011. Saat itu ia disebut-sebut mendapat dukungan dari kelompok pengusaha Arifin Panigoro.

Setahun memimpin PSSI, Djohar terus digoyang oleh rival-rivalnya, hingga pada Maret 2012 terbentuk Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang dipimpin oleh La Nyalla.

Dualisme organisasi itu memunculkan konflik berkepanjangan, termasuk dua kompetisi,  Indonesia Premier League (IPL) yang diakui PSSI, dan Indonesia Super League (ISL) yang berafiliasi ke KPSI. Konflik itu berakhir dengan kekalahan di kubu IPL.

Pada Maret 2013, dalam KLB di Hotel Borobudur, Jakarta, enam anggota Komite Eksekutif dijatuhi skorsing, termasuk wakil ketua umum PSSI, Farid Rahman. Posisi Farid kemudian diisi oleh La Nyalla , sedangkan Djohar dipertahankan, yang membuatnya dituduh membelot  oleh para mantan pendukungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya