SOLOPOS.COM - Massa yang mengatasnamakan warga Baluwarti mendobrak pintu Sasana Putra Keraton Solo dengan mobil Toyota Land Cruiser, Senin (26/8/2013), demi memastikan keselamatan S.I.S.K.S. Paku Buwono XIII. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Satuan Reserse Kriminal Polresta Solo tak patah arang kendati gagal membuktikan bahwa pintu Sasana Putra yang didobrak atas perintah Sampeyan-Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (S.I.S.K.S.) Paku Buwono XIII masuk dalam daftar benda cagar budaya. Kini polisi yang dipandegani Kasatreskrim Polresta Solo, Kompol Rudi Hartono coba-coba membidik soal perusakan pintu itu sebagai tindak kekerasan bernuansa pidana.

Menanggapi strategi baru polisi dalam mencari sasaran bidik itu, Pejabat Humas Dwitunggal Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat K.R.H. Bambang Pradoto Nagoro pun mengingatkan bahwa pendobrakan pintu Sasana Putra merupakan perintah Paku Buwono XIII. Hal itu, tuturnya, bukan merupakan pelanggaran hukum karena pintu tersebut merupakan milik sah raja.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bambang Pradoto Nagoro yang ditemui Solopos.com di Mapolresta Solo, Jumat (20/9/2013), menyarankan penyidik Polresta Solo mengkaji kasus tersebut secara menyeluruh. Menurut Bambang, kasus itu terdiri atas serangkaian peristiwa dan tidak hanya sebatas peristiwa tertentu. “Perlu diingat kasus itu muncul karena ada kegiatan keraton yang ditentang oleh Dewan Adat. Perusakan sarana Keraton atau kasus lain hanya ekses dari perseteruan itu. Dalam hukum dikenal prinsip kausalitas. Semestinya itu diperhatikan penyidik,” papar Bambang.

Sudah sangat jelas, lanjutnya, pendobrakan pintu Sasana Putra merupakan perintah Sinuhun Hangabehi. Menurut dia, Sinuhun tidak mungkin memerintah tanpa alasan. Sinuhun, lanjutnya, memerintahkan pendobrakan itu karena merasa terancam oleh tindakan penentangnya. “Berdasar UU Pokok Agraria (PA) No. 5/1960 tentang Peraturan Pokok Agraria, lahan keraton memang tanah negara. Tapi, perhatikan Keppres [Keputusan Presiden] No. 23/1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta. Dalam Keppres itu diketahui pemerintah menyerahkan bangunan dan lahan Keraton kepada Sri Susuhunan. Artinya, apa pun yang ada di Keraton adalah milik Sinuhun selaku raja keraton,” imbuh Bambang.

Penelurusan Solopos.com, dalam Pasal 1 ayat (1) Keppres itu menyebutkan, “Tanah dan bangunan Keraton Kasunanan Surakarta berikut segala kelengkapan yang terdapat di dalamnya adalah milik Keraton Surakarta yang perlu dilestarikan sebagai peninggalan budaya bangsa.”

Sedangkan Pasal 2 menyebutkan, “Sri Susuhunan selaku pimpinan Kasunanan Surakarta dapat menggunakan keraton dan segala kelengkapannya untuk keperluan upacara, peringatan, dan perayaan-perayaan lainnya dalam rangka adat Keraton Kasunanan.”

“Jika penyidik menerapkan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang dan barang, seharusnya hal tersebut justru diterapkan kepada penentang Sinuhun. Penentang Sinuhun kala itu menghalangi kegiatan Sinuhun menggelar kegiatan Keraton, Senin (26/8/2013). Bahkan mereka mengancam bertindak keras tanpa sungkan-sungkan. Tindakan itu termasuk kekerasan terhadap orang,” pungkas Bambang.

Kasatreskrim Polresta Solo, Kompol Rudi Hartono (Dok/JIBI)

Kasatreskrim Polresta Solo, Kompol Rudi Hartono (Dok/JIBI)

Sebelumnya, Satuan Reserse Kriminal Polresta Solo gagal menggunakan strategi pertamanya dalam menjerat seteru organisasi kemasyarakatan (ormas) Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta dengan ketentuan pelestarian benda cagar budaya.Bahkan walaupun aparat yang dipimpin Kompol Rudi Hartono itu telah menyita mobil yang digunakan mendobrak pintu Sasana Putra, memeriksa Paku Buwono XIII maupun Mahapatih K.G.P.H. Panembangan Agung Tedjowulan.

Berdasarkan penelusuran Solopos.com, seandainya saja pintu Sasana Putra itu sesuai UU No 11/2012 tentang Cagar Budaya telah teregister sebagai cagar budaya nasional maka pelaku perusakannya memang bisa dipidana penjara 6 bulan hingga 10 tahun, dan/atau didenda Rp250 juta hingga Rp2,5 miliar. Tetapi, sebagaimana diberitakan Solopos.com, dasar jerat hukum itu memang terbilang lemah.

Selama ini, sebagian kerabat Keraton Surakarta senantiasa menghalangi langkah otoritas pelestarian cagar budaya melakukan registrasi cagar budaya di lingkungan Keraton Solo sebagai amanat UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya. Terhadap upaya menghalangi proses registrasi itu, Solopos.com bahkan belum pernah mencatat upaya polisi Solo menegakkan ketentuan pelestarian benda cagar budaya tersebut.

Kasatreskrim Polresta Solo, Kompol Rudi Hartono, hingga Jumat tetap kukuh menyatakan niat mengusut unsur pidana pendobrakan pintu Sasana Putra tersebut. Ini sejalan dengan langkah Lembaga Hukum Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang memberikan rekaman video pengakuan K.G.P.H. Tedjowulan saat diwawancarai wartawan televisi sesaat setelah pendobrakan pintu Sasana Putra, September 2005 silam. Direktur Eksekutif Lembaga Hukum Keraton Solo, K.P. Eddy Wirabhumi, kepada wartawan, Kamis (19/9/2013) itu, menyatakan pihaknya menganggap video yang direkam tahun 2005 itu sebagai novum atau bukti baru kasus yang terjadi pada 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya