SOLOPOS.COM - BLOKADE - Seorang abdi dalem terlihat mengusung seng yang akan dipakai untuk memblokade pintu-pintu akses di bagian dalam kompleks Keraton Solo, Kamis (24/5/2012) lalu. Blokade ini menjadi salah satu wujud memanasnya konflik baru yang muncul di keraton Solo pascarekonsiliasi dua raja Keraton Solo yaitu PB XIII Hangabehi dan Tedjowulan. (JIBI/SOLOPOS/Aries Susanto)

BLOKADE - Seorang abdi dalem terlihat mengusung seng yang akan dipakai untuk memblokade pintu-pintu akses di bagian dalam kompleks Keraton Solo, Kamis (24/5/2012) lalu. Blokade ini menjadi salah satu wujud memanasnya konflik baru yang muncul di keraton Solo pascarekonsiliasi dua raja Keraton Solo yaitu PB XIII Hangabehi dan Tedjowulan. (JIBI/SOLOPOS/Aries Susanto)

SOLO – Konflik baru antara Raja Keraton Kasunanan Surakarta dengan sentana yang menolak rekonsiliasi mulai berimbas pada upacara adat peringatan wetonan (hari lahir menurut penanggalan Jawa-red) Paku Buwono (PB) XIII. Acara yang seharusnya digelar Minggu (27/5/2012) malam ini terpaksa digelar di luar Keraton.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

”Kami terpaksa mengalah dan memperingati wetonan Sinuhun di Sasana Putra. Sebab, hingga kini Keraton masih dikunci rapat dari dalam,” papar juru bicara Dwitunggal Hangabehi-Tedjowulan, KRH Bambang Pradotonagoro saat dihubungi Solopos.com.

Bambang menjelaskan, Tingalan Wiyosan Wetonan PB XIII biasanya digelar di dalam Keraton yaitu di Sasana Sewaka. ”Kami sudah menyebar 700 undangan, termasuk kepada putra kerabat dari PB XII. Termasuk Gusti Moeng dan kawan-kawannya. Soal mereka tak datang, yang jelas kami sudah mengundangnya,” paparnya.

Di sisi lain, konflik Keraton yang kian terbuka saat ini mulai disikapi oleh sejumlah elemen masyarakat. Sekelompok warga yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Solo Peduli Budaya mengaku telah menyiapkan sepuluh butir maklumat sebagai upaya menawarkan jalan tengah atas konflik Keraton akhir-akhir ini. Salah satu butir maklumat yang bakal diserahkan kepada DPRD dan Pemkot Solo itu ialah meminta pemerintah agar mengeksekusi pengelolaan Keraton dari tangan keluarga Keraton ”Sebab, sumber persoalan yang diributkan selama ini sebenarnya hanya soal uang. Jadi, kami mendesak agar pemerintah mengambil alih pengelolaan keuangan Keraton demi terciptanya manajemen Keraton yang transparan,” ujar Ketua Forum Masyarakat Solo Peduli Budaya, Kusumo Putro.

Menurut Kusumo, konflik keluarga Keraton yang terjadi sejak delapan tahun silam ini mencerminkan betapa Keraton sudah tak lagi bisa menjadi pusat kebudayaan. Sehingga, tegasnya, jika Keraton sudah tak lagi bisa diharapkan untuk diperbaiki, maka lebih baik Pemerintah menghentikan segala bantuan ke dalam Keraton. ”Masyarakat lama–lama juga muak disuguhi *dagelan* yang tak mendidik itu. Jika Keraton tak mau diperbaiki, lebih baik dibubarkan sekalian. Solo tak perlu punya Keraton saja,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya