SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Keraton Kasunanan Surakarta (JIBI/Solopos/Agoes Rudianto)

Keraton Kasunanan Surakarta (JIBI/Solopos/Agoes Rudianto)

Solopos.com, SOLO — Sikap Lembaga Dewan Adat Keraton Solo menolak adanya Kirab Mangayubagyo Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi, 28 Oktober nanti mendapat kritikan pedas dari pakar sejarawan dan budayawan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka meminta kerabat Keraton pro Lembaga Dewan Adat tidak menjegal maksud baik Pemkot Solo dalam upaya mewujudkan kerukunan internal Keraton.

Budayawan, Jlitheng Suparman memaparkan ketika Pemkot Solo yang menjadi representasi rakyat menghendaki adanya perdamaian, maka persoalan intern kerabat Keraton jangan selalu menjadi alasan terhambatnya kerukunan.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kalau mereka (kubu Lembaga Dewan Adat) beralasan tak perlu ada kirab karena masalah pokoknya adalah keluarga. Berarti mereka mengklaim Keraton itu adalah milik mereka. Padahal, status Keraton itu milik negara. Makanya Pemkot bermaksud mendamaikan kubu yang bertikai demi kelestarian Keraton ke depan,” jelas Jlitheng kepada Solopos.com, Kamis (17/10/2013).

Jliteng yang juga sebagai Dalang Wayang Kampung Sebelah ini memaparkan rakyat yang selama ini beranggapan Keraton Solo telah diserahkan kepada pemerintah berharap penuh untuk segala pengelolaan membutuhkan campur tangan pemerintah.

“Keinginan semua rakyat, kondisi Keraton Solo tidak ada pergolakan dan perselisihan lagi. Nah, kalau pemerintah tidak peduli nasib Keraton, terus siapa lagi yang mengurus salah satu aset bangsa ini. Atau jika berani mereka menjual Keraton kepada pihak lain saja. Biar orang lain mengelola Keraton. Dan masalah keluarga Keraton diselesaikan secara kekeluargaan,” tegas Jliteng.

Kendati mengkritisi sikap perwakilan Lembaga Dewan Adat Keraton yang menolak kirab, Jlitheng meminta Pemkot jangan sampai menyisipkan muatan politis dalam penyelenggaran kirab yang diikuti oleh 5.000-an elemen masyarakat.

“Jika memang kirab itu amanat rakyat, ya dijalankan. Nah, bagaimana kita semua memandangnya. Tapi sebelum diadakan kirab, mestinya diselesaikan masalah substansi. Jangan kemudian kirab nanti malah menimbulkan provokasi,” jelas dia.

Sejarawan muda, Heri Priyatmoko, menegaskan orang yang semestinya menolak dikirab adalah Raja Solo, PB XIII Hangabehi. “Kenapa mesti menolak kirab, PB XIII saja sebagai pihak utama dalam kirab tidak menyuarakan keberatan,” papar Heri saat berbincang dengan Solopos.com, di Pasar Kliwon.

Lain halnya, kata Heri, apabila raja mengutus orang untuk ikut kunjungan ke DPRD Solo pada Rabu (16/10/2013), dalam rangka penolakan kirab.

“Mungkin bisa dimaklumi apabila raja berhalangan hadir dalam kirab. Maka penolakan atau pembatalan kirab bisa masuk akal. Nah, ini yang menolak malah dari sentana, kan lucu. Masak mereka punya kewenangan penuh mengatur rajanya sendiri,” papar dia.

Tanggapan kerabat Keraton menyoal trauma perusakan Keraton 2005, menurut Heri terlalu berlebihan. Sebab, dalam kirab nanti banyak aparatur negara yang terlibat atau mengawal prosesi kirab tersebut.

“Justru adanya kirab yang diikuti oleh sentana dalem dan putra-putri PB XII bisa dimaknai sebagai simbol kerukunan dan menunjukkan lapang dada untuk tidak berseteru,” pungkas Heri.

Sebagaimana diketahui, puluhan sentana dalem Keraton Solo pro Lembaga Adat Keraton Solo mendatangi kantor DPRD untuk melakukan audiensi. Mereka menyatakan penolakan terhadap pelaksanaan Kirab Mangayubagyo Senin, 28 Oktober.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya