SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/Sunaryo Haryo Bayu/dok)

Solopos.com, SOLO—Penyelidikan kasus perusakan pintu Sasana Putra kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terancam dihentikan. Penyidik belum menemukan aturan hukum atau pemidanaan yang relevan diterapkan dalam kasus tersebut.

Kasatreskrim Polresta Solo, Kompol Rudi Hartono, saat dihubungi solopos.com, Senin (7/10/2013), mengungkapkan penyidik telah mendalami kasus perusakan pintu keraton itu dengan mencoba menerapkan Pasal 406 KUHP tentang Perusakan Barang. Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi dari ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah dimintai opini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, menurut penyidik aturan hukum tersebut ternyata juga tidak relevan. Pasalnya, tidak ada perlawanan hukum dalam aksi pendobrakan pintu keraton itu. Sebelumnya, penyidik juga menyatakan pemidaan dengan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang atau barang tidak relevan. Karena, pelaku diketahui hanya satu orang.

“Setelah dipelajari ternyata pendobrakan pintu Sasana Putra tidak melawan hukum. Karena yang memerintahkan pendobrakan adalah Sinuhun [Paku Buwono XIII, Hangabehi]. Berdasar perundang-undangan, Keraton Solo telah diserahkan kepada Sri Susuhunan. Artinya, Sinuhun selaku raja berwenang atas segala isi keraton,” papar Rudi mewakili Kapolresta, AKBP Iriansyah.

Perundang-undangan yang dimaksud Rudi adalah Keputusan Presiden (Keppres) No. 23/1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta. Lebih lanjut diinformasikan Rudi, penyedik belum menemukan aturan hukum yang relevan untuk menangani kasus yang muncul akibat konflik keraton itu.

Penanganan kasus tersebut dikatakan Rudi dapat dihentikan, jika perbuatan atau peristiwa itu tidak memenuhi unsur aturan hukum yang ada. Dijelaskan Rudi, hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP tentang Batas-batas Aturan Pidana dalam Perundang-undangan. Pasal itu menyebutkan, “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”

“Kalau tidak ada aturan hukum yang dapat diterapkan dalam kasus itu masa kita paksakan, tentu tidak. Ya dihentikan,” imbuh Rudi.

Ia menambahkan, penyidik masih terus berusaha mendalami kasus itu. Dalam waktu dekat penyidik bakal melaksanakan gelar perkara guna mencari pemecahan masalah yang tepat. Ia berharap masalah keraton dapat diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga tidak menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Ia menegaskan, kasus pidana yang timbul akibat konflik keraton akan tetap ditangani sesuai koridor hukum yang berlaku.

Pernyataan Rudi senada dengan pernyataan Humas Dwitunggal Keraton Solo, K.R.H Bambang Pradoto Nagoro. Sebelumnya ia menyampaikan, semestinya penyidik tidak perlu ragu untuk menentukan sikap atas diterapkannya Pasal 406.

Menurutnya, pasal itu tidak relevan karena tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan pendobrak pintu. Pasalnya, pendobrakan pintu atas perintah Sinuhun yang ketika itu merasa kemerdakaannya telah dirampas para penentangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya