SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Ribuan burung terbang bersama berdampingan hampir membentuk tanda panah, Minggu (25/11/2018) petang. Sesampainya di Perempatan Panggung Motor, Jebres, Solo mereka seolah mengerem lalu berhenti. Kabel-kabel listrik yang melayang menjadi tempat peristirahatan sementara, dan burung-burung itu hinggap berjajar rapi.

Tak hanya kabel, baliho reklame, papan petunjuk jalan, dan pepohonan juga jadi tempat bertengger. Area perempatan dengan lampu terang itu menjadi pusat hingga 50 meter ke arah barat dan timur Jl. Kolonel Sutarto serta selatan dan utara di Jl. Urip Sumoharjo. Aspal, pedestrian, dan tembok bangunan di sekitarnya tampak bercak putih terkena tahi mereka yang berjatuhan.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Fenomena itu sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Menurut Emprel, 50, kawanan burung itu datang sejak September dan terus berada di sana hingga Februari. Uniknya, saat siang hari mereka terbang ke berbagai arah untuk berburu pakan dan baru kembali saat petang menjelang.

“Enam bulan pas kalau saya hitung. Musiman. Tandanya mulai musim hujan. Sekitar pukul 18.00 mereka datang. Bubarnya pagi, jauh sebelum matahari terbit atau di jam-jam 04.30,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (26/11/2018).

Pedagang nasi itu berucap siklus tahunan tersebut selalu mengundang perhatian. Baru-baru ini, kata dia, sejumlah pemuda menangkap satu atau dua ekor burung menggunakan pulut. Burung -burung itu kabarnya digunakan untuk pakan reptil.

“Ada yang menembak juga. Tapi saya enggak tahu kena atau tidak. Tapi, dari jutaan yang terbang ada beberapa yang jatuh. Kalau sudah jatuh mereka sudah enggak bisa terbang dan mati,” cerita warga Kelurahan Kentingan, Kecamatan Jebres, Solo itu.

Cerita serupa disampaikan Sugiyono, 58, pengemudi becak yang sudah puluhan tahun mangkal di depan Hotel Asia. Dia bahkan sempat menyaksikan burung mirip Sriti itu menjadi santapan burung hantu. Kendati begitu, burung-burung tersebut tetap transit di Perempatan Panggung.

“Mengapa mereka memilih di situ, saya kurang paham. Mungkin karena lapang. Enggak nyamannya kalau kejatuhan tahi burung. Banyak pengendara motor yang juga kena saat berhenti di lampu merah Perempatan Panggung,” ucapnya.

Pehobi fotografi burung liar, Sriyana, mengatakan burung-burung itu merupakan jenis layang-layang Asia atau Hirundo rustica. Nama lainnya Barn swallow dengan ciri tubuh bagian atas berwarna biru baja, dengan ekor panjang dan tubuh bagian bawah berwarna putih. Di lehernya terdapat bercak kecoklatan, dengan paruh hitam dan kaki hitam. Kawanan ini terbang melayang dan melingkar di udara.

“Baru-baru ini saya lihat ada banyak juga yang hinggap di Perlimaan Monumen Pers, Kelurahan Timuran, Kecamatan Banjarsari. Ini perilaku baru. Padahal biasanya terpusat di Perempatan Panggung,” kata dia.

Keberadaan burung itu juga menimbulkan efek samping. Pengusaha bermobil di sekitar Perempatan Panggung, Sriyanto, 48, mengaku cukup terganggu dengan kehadiran burung itu. Selain tumpukan tahi yang mengotori bangunan, dia juga tidak nyaman dengan bau busuknya.

“Membersihkan tahi susah sekali. Kalau sudah menempel harus disemprot air baru hilang. Apalagi kalau sudah turun hujan. Kotoran di pohon ikut terbawa air hujan dan jatuh di mobil. Penginnya ada tindakan. Mungkin pemerintah punya cara agar bisa mengusir burung-burung itu,” ujar pengusaha pelat nomor kendaraan itu, Senin.

(Solopos.com – Mariyana Ricky)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya