SOLOPOS.COM - TAK MEMADAI -- Harimau Sumatera koleksi TSTJ berada di kandang yang tak memadai, khususnya dengan pagar keliling yang hanya menggunakan pagar BRC yang biasanya dipakai untuk pagar rumah. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

TAK MEMADAI -- Harimau Sumatera koleksi TSTJ berada di kandang yang tak memadai, khususnya dengan pagar keliling yang hanya menggunakan pagar BRC yang biasanya dipakai untuk pagar rumah. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Sebuah pulau buatan di sudut Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) dikelilingi pagar besi BRC, sejenis besi ringkih dengan diameter tak sampai 1 centimeter. Di dalamnya, berkeliaran sejumlah macan sumatera. Yang mengherankan, untuk sebuah pagar kandang macan yang dikenal paling buas itu, ternyata hanya memakai pagar BRC yang lebih lazim dipakai sebagai pagar rumah. Bukan hanya itu, model pagar seperti itu jelas memungkinkan seekor macan bisa memanjatnya keluar karena ada bagian yang bisa digunakan untuk pijakan. “Rencananya, kandang itu memang akan kami pugar. Sebab, macan bisa memanjatnya keluar,” kata Wiyono, koordinator keeper TSTJ.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kisah kandang TSTJ yang kurang aman, memang telah lama menjadi sorotan banyak kalangan. Singky Soewadji, pengamat kebun binatang asal Surabaya salah satunya. “Kandang yang bermasalah, kok keeper yang disalahkan?” kritiknya.

Mantan pengurus Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) itu memang tak terima jika hanya keeper singa yang disalahkan. Menurutnya, pengelola TSTJ yang tak kunjung memperbaiki sistem pengamanan kandanglah yang harus bertanggungjawab. “Keeper itu juga manusia. Dia bisa juga lalai. Kalau disalahkan sepenuhnya, ya tidak bisa. Dan ini tak sebanding dengan taruhan nyawanya saat bertugas,” ujarnya.

Ekspedisi Mudik 2024

Sejak lama, Singky memang mengaku geram melihat kondisi TSTJ. Pada penghujung 2008 silam misalnya, Singky pernah mengkritik habis-habisan pengelolaan TSTJ yang menurutnya sangat amburadul. Ia bahkan sempat meminta agar TSTJ saat itu dihapus dari Kota Solo agar tak lagi ada cerita satwa mati karena terlantar. “Saya heran, kasus TSTJ ini kok nggak pernah ada habisnya. Sejak dulu saya sudah ingatkan, kalau memang enggak becus ngurusi satwa, serahkan kepada investor yang paham satwa,” tukasnya.

Jauh hari sebelum insiden singa lepas dan menerkam seekor unta, rombongan PKBSI memang pernah merekomendasikan agar kandang-kandang TSTJ segera dipugar. Selain kurang aman, kandang-kandang tersebut juga dinilai sebagai penyebab utama stresnya hewan-hewan TSTJ. Cerita orang utan TSTJ yang gemar merokok, mungkin hanyalah sekelumit potret memprihatinkan betapa kandang satwa sudah tak lagi nyaman. “Dulu sudah saya kritik, kandang itu harus dibikin dobel. Nah, sekarang setelah ada peristiwa singa lepas, baru sadar.”

Empati serupa juga dilontarkan Sudarno, salah satu pedagang di dalam kawasan TSTJ. Pengurus Paguyuban Bakul Taman Jurug (PBTJ) ini bahkan siap membela Agus Purwanto , sang keeper singa dari ancaman pemecatan atau sanksi lainnya karena kelalainnya itu. “Saya di TSTJ sudah 27 tahun, jadi saya tahu betul loyalitas Mas Agus. Istri dan anaknya Mas Agus itu baru saja meninggal, jadi dia mungkin masih berduka.”

Sependapat dengan PKBSI, Sudarno juga menilai kandang satwa-lah yang mestinya diperbaiki sebelum menyalahkan keeper. Sehingga, peristiwa lepasnya singa Oni menjadi tanggungjawab bersama jajaran direksi TSTJ.

Direktur Utama Perusda TSTJ, Lilik Kristianto tak menampik bahwa PKBSI memang pernah memberi rekomendasi agar kandang satwa TSTJ segera disesuaikan dengan standar internasional. Namun, lagi-lagi karena mepetnya anggaran, rekomendasi dari PKBSI tersebut terpaksa terhenti di tengah jalan. “Setelah kejadian ini, mau tak mau kami harus memperbaikinya,” tegasnya.

Ditanya soal anggaran, Lilik mengaku akan mengupayakan dengan berbagai cara. “Ya, mungkin pakai dana cadangan dulu. Besok, renovasi pasti kami mulai,” janjinya.

JIBI/SOLOPOS/Aries Susanto

Sejumlah Permasalahan Kandang di TSTJ

1. Kandang harimau sumatera. Pagarnya terbuat dari besi BRC yang ringkih. Selain itu, juga memungkinkan macam bisa memanjat keluar karena pagar model besi BRC terdapat tangga.
2. Kandang buaya dan kuda nil: Sering terendam Sungai Bengawan Solo ketika meluap.
3. Kandang beruang tak memiliki atap
4. Kandang singa tak memiliki pagar dobel
5. Kandang rusa, kanguru serta unta yang kurang representatif
6. Kandang orangutan yang tak memiliki ruang seperti habitatnya. Hal ini mengakibatkan satwa tersebut stres
7. Semua kandang satwa pada prinsipnya belum memenuhi persyaratan kandang bertaraf internasional. Menurut Lilik Kristianto, Direktur Perusda TSTJ, untuk merevitalisasi kandang satwa TSTJ membutuhkan anggaran senilai Rp 50 miliar.

JIBI/SOLOPOS/Aries Susanto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya