SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelayanan di kantor BPJS Kesehatan. (JIBI/Solopos/Antara)

Solopos.com, JAKARTA-— Pemenuhan biaya program jaminan kesehatan nasional atau JKN oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dinilai tidak akan mengalami kendala pada tahun ini, karena potensi pendapatan iuran yang lebih besar dari potensi beban bulanan.

Selain itu, kondisi arus kas telah surplus. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar seperti dikutip dari Bisnis.com, Senin (22/3/2021), menjelaskan pemenuhan beban dana jaminan sosial (DJS) semestinya tidak menjadi masalah pada 2021.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal tersebut dinilai perlu disampaikan oleh manajemen BPJS Kesehatan sehingga memberikan optimisme atas penyelenggaraan JKN. Timboel menjabarkan bahwa potensi beban DJS yang tercantum dalam rencana kerja anggaran tahunan (RKAT) sebesar Rp113,35 triliun, sehingga nilai rata-rata per bulan sekitar Rp9,44 triliun.

Baca Juga: Hasil RUPS PLN, Ardan Adiperdana Diangkat Jadi Komisaris PLN

Adapun, potensi pendapatan iuran tahun ini mencapai Rp145,83 triliun, sehingga rata-rata per bulannya berkisar Rp12,15 triliun. Nilai potensi pendapatan yang lebih besar dari bebannya, ditambah kondisi arus kas yang surplus sejak 2020 menjadi motor bagi BPJS Kesehatan untuk memperkuat pelayanan JKN.

BPJS Watch menilai bahwa jajaran direksi harus fokus mencapai target pendapatan dan mendorong optimisme pelayanan JKN.

"Seharusnya Pak Direktur Utama [BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti] menjelaskan strategi untuk mencapai pendapatan iuran yang di RKAT 2021 ditetapkan sebesar Rp145,83 triliun dan bagaimana untuk meningkatkannya," ujar Timboel pada Jumat (19/3/2021).

Baca Juga: Prediksi Bhayangkara Solo FC Vs Borneo FC, Ujian Awal Skuat Mewah

Sejumlah Aspek

Hal tersebut disampaikannya untuk menanggapi pembahasan dalam rapat dengar pendapat Komisi IX DPR dengan Direksi dan Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan pada Rabu (17/3/2021). Dalam kesempatan tersebut, Ghufron memaparkan tiga agenda utama pada tahun ini dari badan yang dipimpinnya.

Ketiga agenda tersebut adalah peningkatan kualitas layanan Kesehatan JKN di masa pandemi, perkembangan penyusunan kebijakan kelas standar dan pelayanan kesehatan berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) juga implikasinya terhadap INA-CBGs dan Kapitasi, serta penjelasan tentang Klaim Bayi Baru Lahir dan Dana Jaminan Sosial (DJS) 2020.

Sejumlah aspek menjadi perhatian BPJS Watch, salah satunya terkait potensi pendapatan dan beban bulanan. Untuk mencapai kondisi optimal, BPJS Kesehatan harus meningkatkan pendapatan dari pajak rokok yang diamanatkan Pasal 99 dan 100 Peraturan Presiden 82/2018.

Baca Juga: 10 Mata Uang Kripto Paling Populer Di Indonesia, Apa Benar Bisa Bikin Kaya Mendadak?

Aspek kepesertaan pun turut menjadi isu yang memperoleh sorotan BPJS Watch karena terdapat target untuk mencapai universal health coverage (UHC), yakni 95 persen rakyat Indonesia menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hingga Februari 2021, jumlah peserta JKN tercatat sebanyak 222,05 juta orang, atau sekitar 81,8 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 271,3 juta orang.

"Bagaimana meningkatkan kepesertaan pekerja formal swasta yang jumlahnya masih sebanyak 16.100.673 pekerja per 31 Januari 2021, jauh di bawah jumlah peserta Jaminan Kecelakaan Kerja [JKK] pekerja formal swasta di BPJS Ketenagakerjaan," ujar Timboel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya