SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

JAKARTA — Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menolak wacana pembubaran satuan Detasemen Khusus (Densus) 88 karena masih dibutuhkan untuk memberantas dan mencegah aksi-aksi yang bersifat radikalisme.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala menilai Densus menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam masa baktinya selama 10 tahun, sehingga ironis jika lembaga yang amat perform itu dibubarkan. “Ya sekarang kita balik saja kenapa pada waktu kejadian Yon Armed-Polres OKU, gak ada wacana pembubaran Yon Armed. Atau sekarang ketika anggota Kopassus menyerang LP Cebongan, gak ada itu wacana pembubaran Kopassus. Jadi bedakanlah antara perbuatan oknum dengan lembaganya, jangan sampai oknumnya yang salah, lalu lembaganya menjadi korban,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (14/4/2013).

Sebelumnya, wacana pembubaran Densus 88 semakin mencuat, terutama dari sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas), karena dinilai kerap melakukan tindak kekerasan dalam memberantas aksi terorisme. “Kami setuju agar keberadaan Densus dievaluasi bahkan kalau bisa dibubarkan, kalau tidak dibubarkan harus diusut dulu kasus-kasus pembunuhan oleh Densus,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf dalam jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah pekan lalu, di Jakarta.

Menanggapi hal itu, Adrianus meminta agar sejumlah ormas mampu berdiskusi akademis dan ilmiah, serta didasari oleh argumen yang cukup jelas. Adrianus menerangkan, selama 10 tahun ini Densus 88 telah menangkap sekitar 800 orang tersangka dan pihak pengadilan juga menerimanya sebagai terdakwa karena turut disertai dengan barang bukti yang ada. “Ini artinya, pengadilan juga percaya,” tukasnya.

Dalam kasus lain, lanjutnya, Densus juga telah menembak mati sebanyak 40 orang tersangka dan melukai sekitar 40 orang. “Kenapa bisa seperti itu? Karena mereka melawan, bandingkan dengan 800 orang yang tidak diapa-apakan karena mereka memang tidak melawan,” ujarnya. Saat ditanya tentang video penyiksaan dan kekerasan oleh Densus di Sulawesi Tengah, dia membantahnya. “Itu juga perlu diklarifikasi, sebenarnya yang menyiksa bukan Densus, tapi anggota Brimob setempat Sulawesi Tengah,” tandasnya.

Evaluasi Tugas Densus 88
Sementara itu, Adrianus menegaskan struktur organisasi Densus yang terdiri dari sub bagian (seperti subdetaseman penindakan, subdetasemen pencegahan, dan sebagainya) perlu untuk dievaluasi. Selama 2002-2010, Densus merupakan pemain tunggal dalam memberantas terorisme. Kini, dengan adanya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), maka seyogyanya diperlukan adanya pembagian peran.

“Maka saya sarankan paling cepat adalah sub bagian pencegahan, radikalisasi, itu dihilangi dan dipindahkan ke BNPT. Jadi memang diharapkan Densus lebih kecil dan langsing, dan hanya berfokus pada penindakan represif dan disitu ada striking, intel, surveilannce yang semuanya berpotensi dor dor dor..,” paparnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Komisioner Kompolnas Edi Putra Hasibuan. Menurutnya, wacana pembubaran Densus juga tidak tepat. “Ancaman keamanan yang dilakukan teroris masih besar. Jaringannya masih kuat. Apalagi saat ini pelaku teror kan bebas karena masa hukumannya sudah habis,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya