SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo (tengah), menyampaikan pernyataan saat sarasehan/diskusi tentang pupuk bersubsidi di pendapa rumah dinas kompleks Sekretariat Daerah (Setda) Wonogiri, Selasa (23/11/2021). (Solopos.com/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI—Masalah yang kompleks terkait pupuk bersubsidi di Kabupaten Wonogiri belum terurai. Masalah itu terjadi di sejumlah lini, seperti pemenuhan kebutuhan petani akan pupuk, penggunaan kartu tani, mekanisme penebusan, dan mekanisme penyaluran/distribusi kepada petani.

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, bersama para petani, pemilik/pengelola kios pupuk lengkap atau KPL (tempat penebusan pupuk bersubdi), perwakilan produsen, pejabat Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (KUKM Perindag) yang mengurus distribusi pupuk bersubsidi dan pejabat Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan Pangan) berdiskusi untuk memecahkan masalah itu di Pendapa Rumah Dinas Bupati kompleks Sekretariat Daerah (Setda), Selasa (23/11/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sarasehan diwarnai perdebatan cukup panjang. Acara dimulai pukul 09.00 WIB hingga 12.00 WIB lebih.

Baca Juga: Diawali Getaran, Kronologi Rumah di Wonogiri Roboh Tertimpa Longsor

Dari diskusi itu diketahui masalah utamanya adalah alokasi atau realisasi pemberian pupuk bersubsidi oleh pemerintah pusat tidak sesuai kebutuhan petani sebagaimana termuat dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Alokasi lebih kecil dibanding kebutuhan, utamanya jenis NPK. Alokasi pupuk bersubsidi jenis itu hanya dapat memenuhi 45 persen kebutuhan.

Contohnya, kebutuhan pupuk di lahan seluas 1 hektare (ha) 1 kuintal atau 100 kg NPK. Namun, pemerintah hanya mengalokasikan pupuk bersubsidi NPK 40 kg.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Watang Makmur, Desa Watangrejo, Kecamatan Pracimantoro, Giyanto, menyebut jika alokasi pupuk bersubsidi yang didistribusukan sesuai kebutuhan tidak akan ada masalah pupuk.

Baca Juga: Dihantam Longsor, Rumah di Wonogiri Roboh Timpa 4 Penghuni

“Karena pupuk bersubsidi yang diperoleh kurang, petani mau enggak mau harus memenuhi kekurangannya dengan menggunakan pupuk kandang atau membeli pupuk nonsubsidi. Tapi kebanyakan pakai pupuk kandang/kompos,” kata dia.

Keterlambatan distribusi menambah masalah. Hal itu membuat petani berasumsi pupuk bersubsidi langka, karena saat dibutuhkan tidak ada di tingkat KPL.

Dari diskusi itu terungkap cara penebusan pupuk bersubsidi saat ini dinilai sudah melenceng dari aturan. Fakta di lapangan, petani menebus pupuk bersubsidi di KPL dengan cara kolektif melalui pengurus kelompok tani (poktan). Setiap pemilik kartu tani membocorkan nomor identifikasi pribadi atau personal identification number (PIN) yang harusnya rahasia kepada pengurus poktan penebus pupuk bersubsidi. Cara penebusan kolektif itu ditempuh agar petani tidak ribet.

Baca Juga: UMK Boyolali Diusulkan Naik Sekitar Rp10.000

Padahal, seharusnya penebusan dilakukan pemilik kartu tani secara langsung. Awalnya, PIN yang diberikan bank sama semua. Petani diharapkan mengubah PIN itu.

“Kalau setiap petani yang menebus malah ribet. Kami tidak mengubah PIN karena memang biar tetap sama semua, agar penebusannya mudah. Kalau setiap petani mengubah PIN, berarti semua PIN akan berbeda. Penebusan di KPL malah akan tambah ribet. Apalagi kami sudah tua, jadi sering lupa. Kalau petani lupa PIN, lalu kartu tani terblokir karena salah memasukkan PIN, justru akan mengganggu proses penebusan,” ujar Giyanto.

Masalah lainnya, yakni ihwal penggunaan kartu tani. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Wonogiri, F.X. Pranata, melaporkan, tingkat penggunaan kartu tani di Kabupaten Wonogiri tercatat 58,3 persen. Dari total 172.463 keping yang terbagi, kartu tani yang digunakan sebanyak 100.593 keping. Kartu tani yang terbagi itu 96 persen dari total kartu tani yang tercetak sebanyak 179.662 keping. Masih ada 7.199 yang belum tersalurkan kepada petani.

Baca Juga: Regenerasi Petani, Pemdes Demakijo Bentuk Kelompok Petani Milenial

 

Kartu Tani

Fakta di lapangan, meski penggunaan kartu tani masih 58,3 persen tetapi petani secara umum bisa memperoleh pupuk bersubsidi. Padahal, penebusan pupuk bersubsidi harus menggunakan kartu tani. Dari kondisi itu muncul pertanyaan bagaimana bisa hal itu terjadi.

Menurut salah satu penyuluh pertanian, Syawal, kondisi itu terjadi karena petani berimprovisasi. Dia mencontohkan, poktan menebus pupuk bersubsidi menggunakan sejumlah kartu tani milik petani yang memiliki alokasi pupuk bersubsidi besar.

Alokasi pupuk bersubsidi selama setahun (tiga musim tanam atau MT) atas nama pemilik kartu tani ditebus secara keseluruhan. Kemudian pupuk itu dibagikan kepada seluruh anggota poktan untuk memenuhi kebutuhan satu MT. Penebusan pupuk bersubsidi pada MT berikutnya juga dilakukan dengan cara yang sama menggunakan sejumlah kartu tani milik anggota poktan lainnya.

Baca Juga: Tidak Semua Warga Klaten Terdampak Tol Solo-Jogja Merasa Gembira

“Berarti alokasi pupuk bersubsidi selama setahun bisa diambil satu kali. Itu menimbulkan masalah tersendiri. Harusnya kan penebusan dilakukan per MT untuk memenuhi kebutuhan pada MT berkenaan,” ucap Bupati mengetahui hal itu.

Seusai diskusi Bupati kepada wartawan mengatakan, masalah pupuk bersubsidi sangat kompeks. Masalah utamanya, alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah tidak sesuai kebutuhan petani. Alokasi pupuk selama setahun tetapi bisa ditebus dalam satu kali penebusan juga timbulkan masalah.

“Kalau seperti itu di akhir tahun alokasi pupuk bisa kurang,” ulas lelaki yang akrab disapa Jekek itu.



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya