SOLOPOS.COM - Pedagang daging ayam di Pasar Beringharjo sedang menunggu pembeli, Jumat (7/7/2017). (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Komoditas pangan, harga yang naik tak diimbangi dengan jumlah permintaan yang sepadan

Harianjogja.com, JOGJA — Momentum Lebaran tahun ini sepertinya tidak sesuai dengan harapan para pedagang pasar. Sebab, daya beli masyarakat menurun jika dibandingkan Lebaran tahun lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal tersebut dikeluhkan para pedagang di pasar Beringharjo. Sumiyati misalnya, yang biasanya saat menjelang Lebaran bisa meraup omset Rp1 juta per hari, kali ini hanya menerima sekitar Rp500.000 saja. Ia sendiri menjual makanan ringan seperti aneka kerupuk dan cemilan.

Ia mengatakan, pada Lebaran tahun-tahun sebelumnya, lapaknya yang ada di Pasar BeringharjoTimur itu sudah dipadati pembeli sejak H-4. Namun, kali ini pada hari yang sama cenderung sepi. “Saya sampai rasan-rasan sama [pedagang] lain, iki sido bodo ora [ini jadi Lebaran tidak],” katanya pada Harian Jogja, Jumat (7/7/2017).

Komoditas lain seperti sembako juga mengalami hal yang sama. Pawiro, pedagang sembako asal Plaosan, Mlati, Sleman, mengaku stok minyak goreng kemasan yang sudah ia beli sejak pertengahan Ramadan, sampai saat ini hanya terjual sedikit. Ia menghitung, minyak goreng yang masih utuh sebanyak 11 karton. “Untung barang awet jadi tahan lama. Kalau nggak laku sampai masa akhir [kedaluwarsa], bisa ditukar,” tuturnya.

Penurunan daya beli masyarakat juga terjadi untuk komoditas telur. Ia mengatakan, pada Lebaran tahun lalu ia bisa menjual lima krat pada H+1 sementara saat ini hanya dua krat. Telur bebek juga masih tersisa sekitar 500 butir. Ia berharap agar telur-telur tersebut bisa terjual dalam seminggu ini.

Sementara itu, pedagang daging ayam potong di Pasar Beringharjo bernama Agus juga mengeluhkan sepinya pembeli. Ia membandingkan dengan penjualan Lebaran 2016 bisa turun hampir 50%.

Menurutnya, penurunan daya beli disebabkan harga daging ayam yang fantastis. “Lebaran ini tertingginya Rp40.000, kalau tahun lalu Rp35.000,” katanya. Tingginya harga daging ayam potong tersebut kemudian menyurutkan minat beli konsumen.

H-1 Lebaran yang biasanya digadang-gadang menjadi puncak pembelian, ternyata juga tidak sesuai dengan yang diharapkan. “Kemarin [H-1 Lebaran 2016] bisa lima kuintal, sekarang [H-1 Lebaran 2017] hanya tiga kuintal,” katanya.

Namun Agus sudah memprediksi penurunan daya beli itu sejak H-5. Biasanya, minat beli masyarakat mulai meningkat sejak H-5. Pada saat-saat seperti itu, kondisi pasar sudah ramai pengunjung dan banyak terjadi transaksi jual-beli, akan tetapi kondisinya berbeda dengan Lebaran tahun ini yang cenderung sepi.

Membaca situasi pasar seperti itu, ia kemudian mengurangi stok agar tidak banyak menanggung rugi. “Kalau biasanya sehari motong [ayam] lima kali, sekarang cuma tiga hari saja,” tuturnya.

Sementara itu, Bank Indonesia belum dapat menyimpulkan kondisi perekonomian Jogja selama Lebaran kemarin. Bank Indonesia belum mengevaluasi daya beli masyarakat apakah naik atau turun. “Belum [melakukan evaluasi]. Butuh survei,” kata Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) DIY Budi Hanoto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya