SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Masya Allah, kasihan benar ya Kang, warga di sekitar Situ Gintung  itu… Bukan ngimpi kan mereka itu, yang tidak menyangka akan datangnya bencana banjir bandang… Sedih rasanya Kang menyaksikan musibah yang mereka alami ini…” kata Noyo sambil tetap memantau tayangan berita dari sebuah stasiun televisi berita.

“Benar Yo… Sedikitnya 82 orang tewas, 125 hilang, dan 179 orang mengalami luka-luka. Yang lebih menyedihkan Yo, sekitar 1.600 jiwa kini harus mengungsi, karena tempat tinggal mereka luluh lantak diterjang gelontoran air danau buatan dari zaman Belanda yang tanggulnya jebol itu,” ujar Suto, yang sepasang matanya juga tidak lepas dari tayangan pesawat televisi di serambi dalam rumah di mana angkringan tersebut menumpang.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

“Ini benar-benar tragedi ya Kang. Mungkin banyak di antara warga di sekitar Situ Gintung, Ciputat, Tangerang itu yang gak tahu bahwa mereka sebenarnya hidup di bawah tandon air raksasa ya,” kata Noyo.
“Padahal, Yo, tidak sedikit di antara mereka yang tinggal di permukiman mewah lho di kawasan tersebut,” ujar Suto menimpali.

“Seharusnya mereka bisa membeli rumah bagus di tempat lain ya Kang… artinya, mereka ini kan bukan kelompok orang kepepet kan. Mereka ini benar-benar apes, menjadi korban dari ketidaktahuan, Kang,” sergah Noyo lagi.

“Ya begitulah Yo, bencana seperti itu sering dianggap sebagai fenomena alam dan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab cuma mampu meminta para korban untuk pasrah menerima cobaan itu,” kata Suto.

“Maksudnya, Kang, kan itu memang bencana alam yang gak dibuat-buat… Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab,” cecar Noyo.

“Lihat saja sendiri, siapa yang paling nyaring menyuarakan agar para korban pasrah… dialah yang seharusnya paling bertanggung jawab. Tragedi Situ Gintung ini bukan semata-mata kejadian alam Yo, tapi ulah manusia juga. Mereka yang mengubah peruntukan kawasan resapan menjadi permukiman, misalnya, merupakan pihak yang harus bertanggung jawab atas terjadinya bencana seperti itu,” Suto menjelaskan.

“Tapi, kita nggak bisa nyalahke pengembang begitu saja, Kang. Mereka itu, kalau nggak dikasih izin sama yang punya kekuasaan kan ya nggak bisa ta, mbangun perumahan di sekitar kawasan yang seharusnya diproteksi untuk kelestarian lingkungan itu,” ujar Noyo berlagak seperti pengacara.

“Bener Yo, memang bukan salah si pengembang semata-mata… Pemerintah juga punya andil besar, wong pemerintah itu punya kuasa kok untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan. Nah, karena oknum-oknum pemerintahan itu suka menerima sogokan, korup, ya… begitulah… kawasan yang seharusnya merupakan bagian dari situ atau danau yang berfungsi sebagai wilayah resapan air, diizinkan untuk disulap jadi kawasan permukiman, tanpa memerhatikan kemungkinan bahaya yang terjadi,” ungkap Suto.

“Tapi Kang, lihat itu… beberapa pejabat tampak hilir mudik di kawasan bencana, sambil menghibur para korban… Baik juga mereka itu ya, Kang… apa sekalian menjalankan program tebar simpati menjelang pemilihan umum…” kata Noyo.

“Walah… ra dhong aku Yo. Kabarnya, banyak juga lho tim dari berbagai partai politik yang mbuka posko bantuan bagi korban bencana di lokasi itu… Selain membantu pengobatan, menyediakan bahan makanan dan pakaian pantas pakai, mereka juga bagi-bagi pesan khusus kepada warga yang sedang kesusahan. Ini kabarnya lho…” tutur Suto berusaha menerangkan kepada sohib-nya itu.

“Edan tenan ya Kang, orang politik itu. Bisa-bisanya mereka ini memanfaatkan penderitaan orang untuk jualan program mereka agar bisa melenggang ke Senayan… Mbokyao kalau mau memberikan bantuan itu yang tulus, tanpa harus ada embel-embel jualan politik gitu… Ini memang zaman edan kok Kang,” ujar Noyo bernada ketus.

“Wah, yang namanya politik itu dari dulu begitu Yo… Gak usah heran… apa saja kalau bisa jadikan komoditas jualan politik, akan mereka tempuh. Makanya, ada yang bilang bahwa politik itu kotor Yo,” Suto menambahkan.

“Iya ya… penderitaan ternyata bisa menjadi komoditas bagus ya Kang… Tapi, masyarakat kita semakin pintar kok. Saya tidak yakin Kang, gara-gara dibantu sembako ataupun disangoni, para korban Situ Gintung maupun korban bencana di tempat lainnya tidak akan mudah dipikat untuk milih partai tertentu…” kata Noyo.
“Tampaknya, para politisi kita harus lebih cerdas untuk membuat strategi jualan politiknya Yo, jangan cuma niru apa yang dilakukan di dalam sinetron-sinetron itu, karena rakyat makin pintar,” tutur Suto.

“Setuju Kang. Kalau mereka masih jualan politik dengan cara lama, pasti akan kecewa… salah-salah usai pemilu mereka malah masuk rumah sakit jiwa yang sekarang sedang dipersiapkan menampung mereka itu Kang…”

AHMAD DJAUHAR
Presdir HARIAN JOGJA,
Pemred BISNIS INDONESIA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya