SOLOPOS.COM - Ilustrasi: Penumpang berada di dalam angkutan umum di Tanah Abang, Jakarta, Kamis (14/7/2022). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa)

Solopos.com, JAKARTA — Wacana pemisahan penumpang laki-laki dan perempuan di angkutan kota (angkot) di Jakarta diprotes sejumlah kalangan.

Pemisahan penumpang dengan maksud meminimalkan pelecehan seksual itu akhirnya urung dilakukan karena menuai kontroversi.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komisi Nasional Perempuan Veryanto Sitohang mengatakan kebijakan pemisahan tempat duduk antara penumpang wanita dan pria di angkutan kota (angkot) akan menyudutkan perempuan sebagai korban kekerasan seksual.

“Argumen utamanya adalah pemisahan posisi perempuan dan laki-laki akan menegaskan stigma bahwa perempuan adalah penyebab kekerasan seksual terjadi,” kata Veryanto saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (15/7/2022).

Baca Juga: Pemisahan Penumpang Angkot di Jakarta Urung Dilakukan

Dalam peristiwa kekerasan seksual, kata Veryanto, korban tidak seharusnya disalahkan karena pelakulah yang harus bertanggung jawab dalam situasi tersebut.

“Padahal, pelaku adalah orang yang harus bertanggung jawab atas kekerasan seksual tersebut, termasuk karena perspektifnya memandang perempuan sebagai objek seksual,” ujarnya seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Veryanto juga menilai pemisahan tersebut tidak akan efektif karena ruang dan kursi di angkot yang terbatas.

Baca Juga: Komnas PA: Tuntutan Julianto Eka Kado Peringatan Hari Anak Nasional

Menurut dia, solusinya adalah sosialisasi terkait dengan bentuk-bentuk kekerasan seksual, aturan hukum yang mengatur tentang kekerasan seksual, dan ajakan untuk menolak segala bentuk kekerasan seksual.

Ia memandang perlu pengelola angkutan umum juga membenahi infrastrukturnya, termasuk tidak menggunakan kaca mobil berwarna gelap, sehingga aktivitas di dalam mobil dapat terlihat dari luar.

Baca Juga: Pelecehan Seksual di Angkot, Kaum Hawa Hati-Hati Ini Modusnya

Ditekankan pula para sopir angkutan juga harus diberikan pelatihan dan dibekali pemahaman bahwa dirinya punya tanggung jawab untuk mencegah dan membantu korban kekerasan seksual.

Sebelumnya diberitakan, Dinas Perhubungan DKI Jakarta berencana menerapkan pemisahan penumpang pria dan wanita di dalam angkot guna mencegah potensi terjadinya pelecehan seksual.

Pemisahan juga sebagai respons terhadap kasus pelecehan seksual yang beberapa waktu lalu terjadi dalam angkot M44 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Aktivis PMII Korban Pelecehan Sopir Angkot di Semarang Kesulitan Lapor Polisi

Penumpang wanita akan duduk di barisan tempat duduk sebelah kiri dan penumpang pria di sebelah kanan.

Meski demikian, kebijakan pemisahan penumpang tersebut belum diterapkan karena menuai protes dari sejumlah kalangan.

Sebagai penggantinya, Pemprov DKI menyiapkan pembentukan Pos Sapa (Sahabat Perempuan dan Anak) di moda transportasi melalui nomor aduan 112.

Baca Juga: Antisipasi pemerkosaan, patroli jam malam jadi solusi

Saat ini, layanan itu sudah ada di 23 halte Transjakarta, 13 stasiun MRT, dan enam stasiun LRT Jakarta serta rencananya juga merambah angkot.

Pemprov DKI memasang CCTV atau kamera pengawas di berbagai stasiun, halte, terminal, dan kendaraan umum untuk mendeteksi sekaligus mengurangi potensi gangguan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya