SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Penyergapan tersangka teroris yang diduga Noor Din M Top di Temanggung oleh Densus 88 pada 11 Agustus 2009 lalu, dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Komisi Nasional HAM menyebut penyergapan itu lebih mirip perang keroyokan puluhan anggota Densus 88 dengan seorang tersangka teroris yang tidak berdaya.

“Aparat Polri justru mempertontonkan tindak kekerasan selama kurang lebih 18 jam, yang lebih mirip perang keroyokan puluhan anggota Densus 88 dengan seorang tersangka teroris yang tak berdaya,” kata Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, di sela-sela jumpa pers, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (14/8).

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Ifdhal mengatakan sebenarnya penyergapan tersebut legal. Sebab, upaya polisi untuk memberantas terorisme dilindungi oleh UU Anti Kejahatan Terorisme yang mengesampingkan UU Hukum Acara Pidana biasa.

Namun, menurut Ifdhal, penyergapan tersebut mengesampingkan prinsip HAM karena harus merenggut nyawa orang yang masih menyandang status tersangka.
“Seharusnya bisa ditangkap hidup-hidup. Kan statusnya baru tersangka. Yang mengepung saja banyak menangkap satu orang seharusnya bisa,” cetusnya.

Menurutnya, dengan tewasnya tersangka teroris tersebut, aparat polisi melewatkan satu aspek hukum yang seharusnya dihormati. Aspek itu adalah tahap pembuktian yang menunjukkan bahwa tersangka benar bersalah melakukan terorisme.

Penyergapan Densus 88 di Temanggung mengakibatkan tersangka teroris yang diduga Noor Din M Top tewas. Belakangan diketahui, orang yang ditembak mati itu ternyata bukan gembong teroris nomor satu yang paling dicari, namun adalah Ibrohim.

Kompas/fid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya