SOLOPOS.COM - Bambang "Pacul" Wuryanto. (Solopos/Mariyana Ricky PD)

Solopos.com, SUKOHARJO – Komisi III DPR berbeda pendapat atas kasus meninggalnya Sunardi, warga Sukoharjo, saat ditangkap oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.

Perbedaan pendapat soal kasus Sunardi itu dilontarkan anggota Komisi III DPR, Romo H.R. Muhammad Syafi’i, dengan Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, saat melaksanakan kunjungan kerja ke Polres Sukoharjo, Kamis (17/3/2022).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Ada sembilan anggota Komisi III DPR RI yang mengikuti kunjungan kerja tersebut. Komisi yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan ingin meminta klarifikasi aparat penegak hukum ihwal kasus penangkapan Sunardi oleh tim Densus 88. Mereka ditemui oleh pejabat Densus 88 Mabes Polri, pejabat Polda Jawa Tengah dan Polres se-Soloraya.

Baca juga: Terkini Soal Kondisi Sunardi, IDI Sukoharjo Luruskan Kabar di Medsos

Romo H.R. Muhammad Syafi’i mengatakan semestinya Densus 88 mengedepankan penegakan hukum dibanding upaya kekerasan fisik saat menangkap terduga atau tersangka kasus terorisme.

“Utamakan penegakan hukum ketimbang upaya kekerasan fisik hingga membunuh. Saya berharap Sunardi menjadi kasus terakhir yang berujung meninggal dunia,” kata dia, saat ditemui wartawan, Kamis.

Tindak Pidana Terorisme

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme itu menyimpulkan Sunardi tidak melakukan aksi terorisme semasa hidup. Aksi terorisme merupakan aksi kekerasan atau ancaman kekerasan yang bisa menimbulkan korban secara massal dan merusak fasilitas publik.

Baca juga: Polri: Dokter yang Ditembak di Sukoharjo Statusnya Tersangka Teroris

Namun, Sunardi melakukan tindak pidana terorisme yakni menjadi anggota organisasi terlarang dan memfasilitasi atau support jihadis ke Suriah. “Proses penangkapan terduga teroris harus menjunjung tinggi hak asai manusia dan dilakukan secara pruden atau penuh kehati-hatian. Artinya, tidak boleh disiksa, dihina atau menjatuhkan harkat martabat sebagai manusia. Menurut saya, ada kesalahan prosedur. Lebih penting membuka jaringan terorisme dan mengedukasi para pelakunya agar insyaf,” kata dia.

Lebih jauh, Syafi’i mengatakan Sunardi tak membawa bom, senjata api (senpi) atau sejenisnya saat proses penangkapan pada malam hari. “Mengapa tidak ditangkap saat Sunardi berada di rumah pribadinya atau saat ia berkebun di belakang rumahnya. Waktu berkebun bisa ditangkap kan lebih smooth. Ini jelas keinginan penegakan hukumnya dibanding upaya kekerasan fisik,” papar dia.

Pernyataan berbeda diungkap Bambang Pacul. Dia menyebut penanganan terorisme di tanah Air merujuk pada UU No 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurut Bambang, proses penangkapan Sunardi yang dilakukan tim Densus 88 sudah sesuai prosedur.

Baca juga: Kompolnas Pastikan Penangkapan Sunardi oleh Densus 88 Sesuai Protap

Hanya saat proses penangkapan terjadi accident sehingga Sunardi meregang nyawa. “Kasus Sunardi clear terbukti sebagai tersangka teroris. Saat proses penangkapan terjadi accident karena tak mau diberhentikan oleh tim Densus 88. Hasil permintaan klarifikasi ini bakal dilanjutkan dalam rapat kerja DPR RI dengan Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada pekan depan,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya